Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Bagaimana Doa Dapat Mempercepat Kesembuhan Pasien

Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (QS. Al Mu'min, 40:60)
Menurut Al Qur'an, doa, yang berarti "seruan, menyampaikan ungkapan, permintaan, permohonan pertolongan," adalah berpalingnya seseorang dengan tulus ikhlas kepada Allah, dan memohon pertolongan dari-Nya, Yang Mahakuasa, Maha Pengasih dan Penyayang, dengan kesadaran bahwa dirinya adalah wujud yang memiliki kebergantungan. Penyakit adalah salah satu dari contoh tersebut yang dengannya manusia paling merasakan kebergantungan ini dan lebih mendekatkan diri kepada Allah. Tambahan lagi, penyakit adalah sebuah ujian, yang direncanakan menurut Hikmah Allah, yang terjadi dengan Kehendak-Nya, dan sebagai peringatan bagi manusia akan kefanaan dan ketidaksempurnaan kehidupan ini, dan juga sebagai sumber pahala di Akhirat atas kesabaran dan ketaatan karenanya.
Sebaliknya mereka yang tidak memiliki iman, meyakini bahwa jalan kesembuhan adalah melalui dokter, obat atau kemampuan teknologi mutakhir dari ilmu pengetahuan modern. Mereka tidak pernah berhenti untuk merenung bahwa Allah-lah yang menyebabkan keseluruhan perangkat tubuh mereka untuk bekerja di saat mereka sedang sehat, atau Dialah yang menciptakan obat yang membantu penyembuhan dan para dokter ketika mereka sakit. Banyak orang hanya kembali menghadap kepada Allah di saat mereka sadar bahwa para dokter dan obat-obatan tidak memiliki kesanggupan. Orang-orang yang berada pada keadaan tersebut memohon pertolongan hanya kepada Allah, setelah menyadari bahwa hanya Dialah yang dapat membebaskan mereka dari kesulitan. Allah telah menyatakan pola pikir ini dalam sebuah ayat:
Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan. (QS, Yunus, 10:12)
Padahal sesungguhnya, sekalipun dalam keadaan sehat, atau tanpa cobaan atau kesulitan lain, seseorang wajib berdoa dan bersyukur kepada Allah atas segala kenikmatan, kesehatan dan seluruh karunia yang telah Dia berikan.
Inilah satu sisi paling penting dari doa: Di samping berdoa dengan lisan menggunakan suara, penting pula bagi seseorang melakukan segala upaya untuk berdoa melalui perilakunya. Berdoa dengan perilaku bermakna melakukan segala sesuatu yang mungkin untuk mencapai harapan tertentu. Misalnya, di samping berdoa, seseorang yang sakit sepatutnya juga pergi ke dokter ahli, menggunakan obat-obatan yang berkhasiat, dan menjalani perawatan rumah sakit jika perlu, atau perawatan khusus dalam bentuk lain. Sebab, Allah mengaitkan segala sesuatu yang terjadi di dunia ini pada sebab-sebab tertentu. Segala sesuatu di dunia dan di alam semesta terjadi mengikuti sebab-sebab ini. Oleh karena itu, seseorang haruslah melakukan segala hal yang diperlukan dalam kerangka sebab-sebab ini, sembari berharap hasilnya dari Allah, dengan kerendahan diri, berserah diri dan bersabar, dengan menyadari bahwa Dialah yang menentukan hasilnya.
Pengaruh menguntungkan dari keimanan dan doa bagi orang sakit, dan bagaimana hal ini dapat mempercepat penyembuhan adalah sesuatu yang telah menarik perhatian dari dan dianjurkan oleh para dokter. Dengan judul "God and Health: Is Religion Good Medicine? Why Science Is Starting to Believe" [Tuhan dan Kesehatan: Apakah Agama Adalah Obat Yang Baik? Mengapa Ilmu Pengetahuan Mulai Percaya], majalah terkenal Newsweek terbitan tanggal 10 November 2003 mengangkat pengaruh agama dalam penyembuhan penyakit sebagai bahasan utamanya. Majalah tersebut melaporkan bahwa keimanan kepada Tuhan meningkatkan harapan pasien dan membantu pemulihan mereka dengan mudah, dan bahwa ilmu pengetahuan mulai meyakini bahwa pasien dengan keimanan agama akan pulih lebih cepat dan lebih mudah. Menurut pendataan oleh Newsweek, 72% masyarakat Amerika mengatakan mereka percaya bahwa berdoa dapat menyembuhkan seseorang dan berdoa membantu kesembuhan. Penelitian di Inggris dan Amerika Serikat juga telah menyimpulkan bahwa doa dapat mengurangi gejala-gejala penyakit pada pasien dan mempercepat proses penyembuhannya.
Menurut penelitian yang dilakukan di Universitas Michigan, depresi dan stres teramati pada orang-orang yang taat beragama dengan tingkat rendah. Dan, menurut penemuan di Universitas Rush di Chicago, tingkat kematian dini di kalangan orang-orang yang beribadah dan berdoa secara teratur adalah sekitar 25% lebih rendah dibandingkan pada mereka yang tidak memiliki keyakinan agama. Penelitian lain yang dilakukan terhadap 750 orang, yang menjalani pemeriksaan angiocardiography [jantung dan pembuluh darah], membuktikan secara ilmiah "kekuatan penyembuhan dari doa." Telah diakui bahwa tingkat kematian di kalangan pasien penyakit jantung yang berdoa menurun 30% dalam satu tahun pasca operasi yang mereka jalani.
Sejumlah contoh doa yang disebutkan dalam Al Qur'an adalah:
Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: "(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang". Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah. (QS. Al Anbiyaa', 21:83-84)
Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: "Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim." Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman. (QS. Al Anbiyaa', 21:87-88)
Dan (ingatlah kisah) Zakaria, tatkala ia menyeru Tuhannya: "Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik. Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada Kami. (QS. Al Anbiyaa', 21:89-90)
Sesungguhnya Nuh telah menyeru Kami: maka sesungguhnya sebaik-baik yang memperkenankan (adalah Kami). (QS. Ash Shaaffaat, 37:75)
Sebagaimana telah disebutkan, doa tidak semestinya hanya dilakukan untuk menghilangkan penyakit, atau kesulitan-kesulitan duniawi lainnya. Orang beriman yang sejati haruslah senantiasa berdoa kepada Allah dan menerima apa pun yang datang dari-Nya. Kenyataan bahwa sejumlah manfaat doa yang diwahyukan di dalam banyak ayat Al Qur'an kini sedang diakui kebenarannya secara ilmiah, sekali lagi mengungkapkan keajaiban yang dimiliki Al Qur'an.
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS. Al Baqarah, 2:186)
________________________________________

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Hadis Ghorib dan Hadis Fard

Pendahuluan.

Kaum muslimin memberikan perhatian lebih terhadap hadis nabawy, mereka sangat bersemangat untuk menghafal dan kmenyampaikan nya sejak awal islam dan juga bersemangat dalam mengkodifikasikannya. Hafalan dan tulisan mereka sangat menunjang dalam pemeliharaan hadis.

Para ulama berbeda pendapat dalam pembagian hadis ditinjau dari kwantitasnya, ulama pertama mengatakan yaitu ulama uslul bahwa hadis masyhur itu tidak termasuk hadis ahad dan umum kedua yaitu ulama ushul dan kalam menjadikan hadis masyhur bagian dari hadis ahad. Pada pembahasan ini akan di uraikan bagian menurut pendapat yang kedua yang menjadi dua bagian yaitu hadis ahad dan hadis mutawatir dan hadis ahad di bagi menjadi tiga, masyhur, aziz dan ghorib.

A. Hadis Mutawattir

Secara terminologis adalah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah rowi yang secara tradisi tidak mungkin mereka sepakat untuk berdusta dari sejumlah rowi yang sepadan dari awal sanad sampai akhirnya dengan syarat jumlah itu tidak kurang pada setiap tingkatan sanadnya.

Jenis hadis ini adalah qor’ius tsubu ( abasah secara mutlak ) dan disejajarkan dengan wahyu yang wajib diamalkan dan dinilai kafir orang yang mengingkarinya.

Syarat – syarat hadis mutawattir adalah :
• Diriwayatkan banyak perawi.
• Adanya keyakinan mereka tidak mungkin sepakat untuk berdusta
• Adanya kesamaan dan keseimbangan jumlah sanada pada tiap – tiap thobaqohnya
• Bardasarkan tanggapan panca indera.
Hadis mutawattir memberikan faedah dhoruni yaitu suatu keharusan untuk menerima dan mengamalkannya.

B. Hadis Ahad.

Secara terminologis adalah suatu barita yang disampaikan oleh satu atau dua orang perawi atau lebih yang tidak memenuhi syarat – syarat hadis mutawattir, ulama lain mendefinisikan dengan’’hadis yang sanadnya shohih dan bersambung hingga pada sumbernya tetapi kandungannya memberikan pengertian dzonni dan tidak sampai pada qoth’i . jadi hadis ahad dilihat kwantitasnya di bawah hadis mutawattir dan fungsinya memberi faedah dzonni.

Pembagian Hadis Ahad

a. Hadis Masyhur

Hadis masyhur adalah hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih serta belum mencapai derajat mutawattir . Dalam Ushulul Hadis Al – Khotib bahwa ibnu hajar mengatakan hadis masyhur adalah hadis yang memiliki jalur yang terbatas dari dua perawi namun tidak mencapai derajat mutawattir.

Dari segi kwntitasnya hadis masyhur ada yang shohih, hasan dan dho’if. Mengenai kehujjahannya hadis masyhur yang shohih dapat dijadikan hujjah dan yang dhoif dan hasan tidak dapat dijadikan hujjah.

Adanya istilah lain dari hadis masyhur yaitu hadis mustafidz yang berasal dari kata faadho, yafiidhu, faidhon yang berarti air mengalir. Sebagian ulama mengatakan kedua istilah hadis ini sama karena tersebat luasnya dan kepopulerannya .

b. hadis aziz

Adalah hadis yang sedikitnya diriwayatkan oleh dua orang perawi, diterima dari dua orang pula . Jadi jika ada salah satu dari thobaqohnya kurang dari dua orang perawi hadis tersebut bukan hadis aziz.
Kadang – kadang hadis aziz berstatus shohih, hasan, dan dhoif.

c. Hadis Gharib

Kata gharib berasal ghoroba, yaghrubu dan secara bahasa adalah munfarid ( menyendiri ) atau ba;idun ‘anil wathon yang berarti orang yang jauh dari tanah air . Jadi hadis gharib adalah hadis yang menyendiri atau yang aneh.

Secara terminology ibnu hajar al – ashwolani mendefinisikan hadis gharib adalah hadis yang sanadnya terdapat orang yang menyendiri dalam meriwayatkannya di manapun penyendirian itu terjadi.

Kata iffrod dalam meriwayatkan hadis itu dapat mengenai personalianya yakni tidak ada orang lain yang meriwayatkannya selain rowi itu sendiri, juga dapat mengenai sifat atau keadaan sorowi berbeda dengan keadaan- keadaan rowi lain yang juga meriwayatkan hadis – hadis tersebut.

1. pembagian hadis ghorib

Ada dua macam pembagian hadis gharib, yaitu

Dilihat dari Penyendirian Rowi
a. Gharib Mutlaq

Yang dimaksud dengan gharib mutlaq adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang saja rowi – rowi lain. Jadi penyendirian itu terjadi berkaitan dengan keadaan jumlah personalianya, yakni tidak ada orang lain yang meriwayatkan hadis tersebut kecuali dirinya sendiri .

Dalam penyendirian rowi diantara ulama berbeda pendapat, apakah penyendirian pada thobaqoh sahabat juga termasuk ke dalam kategori hadis gharib atau tidak. Merurut sebagian ulama keghariban sahabat juga termasuk sehingga apabola suatu hadis di terima dari rosu hanya oleh seorang sahabat hadis tersebut disebut gharib meskipun pada thobaqoh – thobaqoh selanjutnya diterima oleh beberapa orang seperti hadis.



Hadis ini diriwayatkan oleh banyak perawi akan tetapi pada thobaqoh sahabat hanya diriwayatkan oleh satu orang perawi saja yaitu umar bin khatab. Dan menurut sebagian ulam lain mengatakan bahwa penyenduruan hadis gharib mutlaq itu hadis berpangkal pada aslu – sanad yakni tabi’in bukan sahabat. Sebab yang menjadi tujuan perbincangakan penyendirian dalam hadis gharib adalah untuk menetapkan apakah ia masih bisa diterima periwayatannya atau tidak sama sekali. Sedangkan sahabat tidak perlu diperbincangkan lagi karena diakui secara umum bahwa sahabat itu diakuai adil semua .

Contoh hadis gharib




Hadis ini diterima dari nabi oleh ibnu umar dari ibn umat hanya Abdullah bin dinar saja yang meriwayatkannya juga seorang tabi’in yang hafidz lagi mutqin, maka hadis ini dinilai shohih.

b. Gharib Nisbi

Disebut gharib bisby artinya gharib yang relative maksudnya adalah penyendirian itu bukan pada perowi atau sanadnya melainkan mengenai sifat atau keadaan tertentu yang berbeda dengan perowi lainnya .
Hadis gharib bisby ini dibagi menjadi tiga macam:
1. yang dibatasi dengan negeri tertentu, misalnya pernyataan ahli hadis, hadis ini dirwayatkan secara menyendiri oleh ulama mekkah, ulama madinah atau mekkah. Seperti hadis :



Hadis ini ditakhrijkan dari abu dawud dengan sanad abu al – walid at – tayalisi, hammam, qotadah, abu nadlrah, dan said tidak ada yang meriwayatkannya selain rowi – rowi yang berasal dari kota bashroh.
2. yang dibatasi dengan ketsiqohan, misalnya pernyataan ahli hadis’’tak diriwayatkan suatu hadispun seperti ini oleh seorang tsiqoh kecuali si fulan’’, seperti hadis :




Hadis ini diriwayatkan dua jalur yaitu jalur muslim dan jalur darulqutni. Melakui jalur muslim, ia menerima dari malik, dumroh bin said, ubaidillah, dan abu walid al – walitsi yang menerima langsung dri rosulullah saw. Sedang melalui darulqutni, ia menerima dari ibnu lahise’ah kholid bin yazid, urwah dan aisyah yang langsung menerima dari nabi.
3. yang dibatasi dengan imam, hafidz, atau yang sejenisnya atau meruwayatkannya dari rawi tertentu, misalnya pernyataan ahli hadis’’ hadis ini diriwayatkan secara menyendiri oleh fulan dari fulan ( lain ).
Misalnya hadis anas bin malik :



Hadis ini diriwayatkan oleh ash – habussunan dari jalan sufyan bin unaiyah dari wa – il ibn daud dari anaknya dari baker dari zuhri dari anas r. a dari nabi saw. Kemudian at – tuzy meriwayatkan hadis tersebut dari ibnu unaiyah dari ziyad bin said dari az – zuhry tanpa melalui wa – il. Jama’at ahli hadis meriwayatkan hadis ini dari unaiyah terus langsung dari az – auhry tanpa perantara . Dengan demikian wail menyendiri dengan perawi lain dalam peiwayatannya dari anaknya sendiri sedangkan rowi – rowi lain tidak meriwayatkan semitsal itu.


Hadis Gharib di Lihat dari Sudut Keghoriban Sanad dan Matannya.

Dilihat dari sudut keghariban pada sanad dan matannya, hadis ghorib terbagi kepada tiga yaitu, keghariban pada sanad dan matannya gharib pada sebgaian matannya dan keghariban pada sanadnya saja.

a. Ghorib Pada Sanad dan Matan Secara Bersama - Sama

yang dimaksud keghariban pada sanad dan matannya adalah hadis gharib yang hanya diriwayatkan oleh satu sildilah sanad dengan satu matan hadisnya , yaitu hadis yang diriwayatkan secara menyendiri oleh seorang perowi.

Misalnya hadis Muhammad ibn sauqah dari Muhammad ibn al – munkadir dari jabir, katanya : rosulullah saw. Bersabda :





Hadis ini ghorib matan dan sanadnya. Tidak ada yang meriwayatkannya dari ibn al munkadir dari jabir keculi Muhammad bin syauqah.

b. Gharib Pada Sanadnya Saja Sedang Matannya Tidak.

Yang dimaksud dengan gharib adalah hadis yang telah popular dan di riwayatkan oleh banyak sahabat, tetapi ada sorang rawi yang meriwayatkannya dari salah seorang sahabat lain yang tidak popular .

Misalnya hadis niat yang diambil melalui sanad – sanad abdul majid bin abi ruwwad, malik, zaida bin aslam, ‘atha’ bin yasar dan abu said r.a. matan hadis tersebut sudah sangat popular di kalangan para sahabat tetapi kalau dilihat dari sanadnya menurut pendapat ibnu sayyidin – nasi al – ya’mari adalah gharib sanadnya.

c. Ghorib Pada Sebagian Matannya

misalnya yang di riwayatkan oleh tirmidzi dari malik bin anas dari nafi’ dari ibn umar, katanya :






Imam malik berbeda dari rowi – rowi yang lain meriwayatkan matan tersebut dengan memberikan tambahan yaitu dengan menambah minal muslimiina. Jadi keghoriban disini karena tambahan yang ada pada matan hadis yaitu minal muslimiina .

Cara Menentukan Keghariban Hadis

Sebelum mengetahui cara menentukan keghariban hadis maka diketahui dahulu kaedah yang harus dipakai untuk menghukumi suatu hadis dengan gharib.

Ulama hadis menetapkan suatu hadis dengan gharib adalah sesudah mereka menyelidiki dan memeriksa dengan cukup semputna. Pembahasan untuk mengetahui gharib tidaknya suatu hadis mereka namai dengan I’tiba r.

I’tibar adalah cara yang ditempuh untuk menetapkan keghariban suatu hadis. Cara untuk melakukan pemeriksaan terhadapa hadis yang diperkitakan gharib denga maksud apakah hadis tersebut mempunyai mutabi’atau syahis, disebut I’tibar.
Untuk menetapkan suatu hadis itu gharib, hendaklah dipeiksa dahulu pada kitab – kitab hadis, semisal kitab jami’ dan kitab musnad, apakah hadis tersebut mempunyai sanad lain selain sanad yang dicari kegharibanya itu atau tidak. Kalau ada hilanglah keghariban hadis.

a. Mutabi’

Mutabi’ adalah orang yang mengikuti periwayatan lain sejak pada gurunya ( yang terdekat ), atau gurunya guru ( yang terdekat itu ), orang yang di ikuti disebut mutaba’ dan perbuatannya mengikuti itudisebut mutaba’ah. Sedang hadis yang mengikuti periwayatan hadis lain disebut dengan hadis mutabi’.
Mutabi’ dibagi menjadi dua macam yaitu :
• Mutabi’ Tamm ialah bila peiwayatan si mutabi’itu mengikuti periwayatan guru mutaba’ dari ayng terdekat sampai guru yang terjauh.
• Mutabi’qoshir ialah bila periwayatan mutabi’ itu mengkuti periwatan guru yang yang terdekat saja, tidak sampai mengikutu gurunya guru yang jauh sama sekali.

b. Syahid

Adalah meriwayatkan sebuth hadis lain dengan susuai maknanya, atau apabila sumber hadis berasal dari beberapa orang sahabat yang berlain – lainan makda hadis ayng bersumber dari sahabat yang berlainan itu disebut hadis syahid.

Syahid dibagi menjadi dua macam :
• Syahid bil lafdzi, yaitu bila matan hadis yang diriwayatkan oleh sahabat yang lain itu sesuai redakdi dan maknanya, sesuai dengan hadis fardnya.
• Syahid bil ma’na, yaitu bila matan hadis yang diriwayatkan sahabat yang lain itu hanya sesuai maknanya saja .

D. Hadis Fard

Secara bahasa bermakna witir, wahid yang artinya satu, tunggal jamaknya afrod dan firod . Maka hadis fard berarti hadis yang tunggal sama dengan arti hadis gharib. Menurut ulama, sebagaimana yang dikatakan ibnu hajar al – Ashqolani kedua istilah ini sama maksudnya, baik menuru t pendekatan etimologis dan termonologis.

Perbedaan keduanya hanya dari sudut pemakainnya. Sebenarnya antara gharib dan fard terdapat unsut keterkaitan yaitu unsure penyendirian ( tafarud ). Dalam hadis gharib tafarudnya nisby sementara dalam fard tafarudnya mutlaq. Benang merah yang menghubungkan keduanya baik secara etimologis dan terminologis menjadiakan keduanya seperti dua kata sinonim. Akan tetapi ulam hadis membedakan deduanya berdasarkan frekwensi penggunaan kedua kata itu. Fard umumnya digunakan untuk menyebut fard nisby . jadi dilihat dari segi penyebutan, keduanya tidaklah sinonim .

E. Kehujjahan Hadis Gharib

Sebagaimana hadis masyhur dan hadis aziz dari segi kwalitanya, hadis gharib terbagi shohih, hasan, dan dhaif. Gharib mutlak ( fard nisby ) dihukumi shohih apabila yang meriwayatkannya kepercayaan lagi teguh memelihara hadis dan kuat hafalannya. Jika yang meriwayatkan itu tidak baik ingatannya, lemah, suka lupa, maka tertolaklah hadis gharib itu.
Hadis gharib mempunyai beberapa hokum :
1. Shahih, yaitu jika perawinya mempunyai dhabit yang sempurtna dan tidak ditentang oleh perawi yang lebih kuat dari padanya.
2. Hasan yaitu jika dia mendekati derajat yang diatas. Dan tidak direntang orang yang lebih rajah dari padanya.
3. Syadz, yaitu jika ditentang oleh yang lebih kuat dari padanya sedang dia orang yang kepercayaan.
4. Munkar, yaitu jika ditantang oleh yang lebih kuat dari padanya, sedang dia orang yang lemah.
5. matruk, yaitu jika dia dituduh dusta walaupu dia tidak ditentang oleh orang lain .

Istilah – Istilah Meuhadditsin Yang Bersangkutan Dengan Hadis Ghorib.

Gharib dan fard adalah dua istilah yang murodif. Dari segi kata kerjanya para muhadditsin tidak mengadakan perbedaan satu sama lain. Misalnya :

Sama dengan

Istilah – istilah yang sering dipakai untuk memberi cirri hadis ghorib, antaralain ialah :



Para mutahdditsin mengartikan istilah tersebut dengan hadis fard nisby.



Istilah spesifik At – turmudzi ini dimaksudkan untuk memberi nilai suatu hadis yang ghorib seluruh sanadnya, sedang matannya shahih.



Ghorib yang pada awalanya, kemudian menjadi masyhur pada akhirnya.



Hadis ghorib yang tidak mempunyai mutabi’ dan syahid.



Hadis gharib yang dinisbatkan kepada rawy – rawy dari bashroh. ( ghorib nisby )




Hadis ghorib yang jika disnisbatkan kepada rawi – rawi yang tsiqoh hanya seorang saja yang meriwayatkannya, sedang jika disisbatkan kepada rawi – rawi selainnya adalah dhoif.



Hadis gharib yang dinisbatkan kepada rowi tertentu, sedang rowi yang lain tidak ada yang meruwayatkannya.

Kitab – Kitab Karya Ulama Yang Memuat Hadis Gharib

Banyak para ulama yang telah menyusun kitab untuk mengumpulkan hadis – hadis gharib. Usaha ini telah berkembang semenjak abad ketiga hijrah.

Di antara kitab yang paling terkenal dalam bidang ini :

Athroful Ghoroibi wal Afrod, hasil karya Al- Hafidz Muhammad ibnu Thorir Al Maqdisi, Al – Afrod karya Al Hasan Abul Hasan Ali ibnu Umar dan Daruqutni Al Baghdadi.

Al Hadistush Shihah Al Gharaib karya Yusur ibn Abdur Rahman al Mizzi Asy – Syafi’i.




PENUTUP

Diantara hadis yang diriwayat oleh at – tirmidzi terdapat keterangan tentang kwalitas hadis yang diriwayatkannya dengan sebutan Hasan Shohih Gharib. Terdapat sebutan ini diantara ulama banyak yang menolak dan mengoreksi pendapat at – tirmidzi, namun ibn Taimiah dalam hal ini melakukan pembelaan menurutnya : misalnya at – tirmidzi mengatakan Hasan gharib ialah hadis tersebut Gharib dari sudut para perawi yang meruwayatkannya. Akan tetapi ditemukan adanya matan lain yang menjadi Syahid sehingga kedudukannya menjadi naik Hadis Hasan. Maka di sebutlah hadis itu Hasan Gharib.

Maka apabila mengacu pada pendapat ibn Taimiah diatas, difahami bahwa jika A – Tirmidzi mengatakan Hasan Shohih Ghorib artinya hadis itu memiliki satu jalan sanad, akan tetapi ada syahid atau matan lain yang mendukuang isi matan hadis itu, sehingga derajatnya naik menjadi Shohih. Maka hadis itu kemudian disebut Hasan Shohih Ghorib, Wallahu A’alam bishowab….
















DAFTAR PUSTAKA

Kenjaya, Utama, ilmu hadis, gaya media pratama, Jakarta . 2001.
Shiddieqy, m. hasby, pokok – pokok ilmu diroyah hadits, jilid I, bula bidang Bandung. 1987.
Rahman, fatchur, ikhtisar mustholahul hadits, PT. Ma’arif, bandung. 1991
Allaj al – khotib, Muhammad, ushul al – hadits,pokok – pokok ilmu hasits, gaya media pratama, Jakarta. 2003.
Allaj al – khotib, Muhammad, ushul al – hadits ulumuhu wa mushtholahuhu, darul fikri, beitut.
As – sholeh, shubhi, ulamul hadits wa mushtholahuhu, darul ilmi, Beirut, cet 9. 1977.
Yaqub, ali mustofa, kritik hadis, pustaka firdaus, Jakarta .2000.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Dakwah pada Masa Daulah Utsmaniyah

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

keruntuhan dahsyat yang diderita dunia Islam, baik di timur (Bagdhad) maupun di barat (Andalusia) tidaklah mengurangi semangat juang kaum Muslim untuk bangkit kembali. Semua peristiwa jatuhnya dunia Islam tersebut dikarenakan serbuan Salibiyah dari barat oleh kaum Kristen Europa dan dari timur oleh bangsa Tatar-Mongol. Dan kemudian pengusiran total kaum Muslimin dari seluruh wilayah Europa Barat ialah Spanyol (Andalus).
Pemerintah Abbasiyah yang memegang kuasa atas dunia Islam selama kurang lebih 5 abad lamanya, mengahadapi kehancurannya di bawah injakan kaki tentara Tartar yang berkuasa dengan sangat kejam.
Kota bagdhad menjadi timbunan mayat kaum Muslimin, mulai dari pahlawan sampai rakyat biasa. Sedangkan masjid-masjidnya yang indah dan gedung-gedungnya yang megah hangus habis menjadi abu, karena pembakaran umum.
Justru di masa-masa yang sangat menyedihkan itu, suatu kabilah Turki yang gagah berani di bawah pimpinan Sultan Sulaiman Syah telah menunjukkan kebolehannya menahan banjir besarnya tentara Tatar yang sedang menyerbu daerah-daerah Islam.
Barulah sekitar seperempat abad (25 tahun) sesudah jatuhnya kota Bagdhad, pada tahun 680 H, muncullah seorang yang gagah berani Sultan Utsman yang mampu menundukkan segala musuh dan segala rintangan yang dihadapi pengikutnya. Hingga akhirnya berdirilah suatu kerajaan baru yang kemuadian dikenal kerajaan Utsmani-Turki. Dimana berdirinya di atas kerajaan Saljuk peninggalan Sultan Alauddin.

B. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini penulis merumuskan beberapa masalah diantaranya yaitu sebagai berikut:

1. Siapakah Utsmaniyah itu?
2. Bagaimana pendekatan unsur-unsur dakwah pada masa daulah Utsmaniyah?

C. Tujuan
Adapun tujuan makalah ini adalah:

1. Agar kita mengetahui siapa itu Utsmaniyah.
2. Untuk mengetahui unsur-umsur pendekatan dakwah apa yang di gunakan pada masa daulah Utsmaniyah.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Asal-Usul Daulah Utsmaniyah

Pada tahun 656 H/ 1267 M, Utsman lahir, beliau anak dari Urtughril. Utsman inilah yang menjadi nisbat (ikon) kekuasaan khilafah Utsmaniyah. Tahun kelahirannya bersamaan dengan serbuan pasukan Mongolia di bawah pimpinan Hulaku yang menyerbu ibu kota khilafah Abbasyiah. Penyerbuan ini merupakan peristiwa yang sangat mengenaskan dalam sejarah. Pada situasi yang mencekam dan sangat kritis ini, serta dalam kondisi umat yang dilanda rasa takut mati dan cinta dunia, lahirlah Utsman peletak dasar khilafah Utsmaniyah.
Utsman menamakan daulah dengan nama yang diambil dari namanya. Awalnya cikal bakal dari daulah ini adalah negeri kecil yang lemah, ibarat bayi negeri ini perlahan tumbuh dan akhirnya menjadi negeri Islam terkuat di dunia. Utsman memerintah mulai dari tahun 699-726 H, jadi pemerintahan Utsman ini berdiri selama 27 tahun.

2. Pendekatan Unsur-unsur Dakwah
Khilafah daulah Utsmaniyah tercatat memiliki sekitar 30 orang khalifah, yang berlangsung mulai dari abad 10 Hijriyah atau abad ke 13 Masehi. Selama masa kekhalifahan daulah Utsmaniyah dipimpin khalifah yang silih berganti. Struktur dakwah pada masa daulah Utsmaniyah meliputi unsur-unsur dakwah sebagai berikut.
a. Da’i

Kehidupan Utsman I, pendiri dinasti Utsmani dari tahun 699-726 H, adalah kehidupan yang dipenuhi dengan jihad dan dakwah di jalan Allah. Beliau bersifat al-ulama wa al-umara, karena selain sebagai ulama beliau pun sebagai pemimpin pada daulah ini. setelah beliau wafat generasi selanjutnya diteruskan oleh anaknya yang bernama Sultan Orkhan bin Utsman, yang berkuasa dari tahun 726-761 H.

Setelah Sultan Orkhan meninggal, pemerintahan dilanjutkan oleh beberapa orang khalifah diantaranya:
Sultan Murad I (761-791 H), Sultan Bayazid I (791-805 H), Sultan Muhammad I (781-824 H), Sultan Murad II (824-855 H), Sultan Muhammad Al-Fatih (831-886 H), sultan Bayazid II (886-918 H), Sultan Salim I (918-926 H), Sultan Sulaiman Qanuni (926-974 H), Sultan Salim II (974-982 H), Sultan Murad III (982-1003 H), Sultan Muhammad III (1003-1012 H), Sultan Ahmad I (1012-1026 H), Sultan Mustafa I (1026-1027 H), Sultan Utsman II (1027-1031 H), Sultan Murad IV (1032-1049 H), Sultan Ibrahim bin Ahmad (1049-1058 H), Sultan Muhammad IV (1058-1099 H), Sultan Sulaiman II (1099-1102 H), Sultan Ahmad II (1102-1106 H), Sultan Mustafa II (1106-1115 H), Sultan Ahmad III (1115-1143 H), Sultan Mahmud I (1143-1168 H), Sultan Utsman III (1168-1171 H), Sultan Mustafa III (1171-1187 H), Sultan Abdul Hamid (1187-1203 H), Sultan Salim III (1203-1222 H), Sultan Mahmud II (1223-1255 H), Sultan Majid I (1255-1277 H), Sultan Abdul Aziz I (1277-1293 H), Sultan Murad V (1293-1293 H), Sultan Abdul Hamid II (1293-1328 H).

Beberapa khalifah yang lemah pada masa ini antara lain:
Sultam Mustafa I. Sultan Utsman II, Sultan Murad IV, Sultan Ibrahim bin Ahmad, Sultan Muhammad IV, Sultan Sulaiman II, Sultan Ahmad II, Sultan Mustafa II, Sultan Ahmad III, Sultan Mahmud I, Sultan Utsman III, Sultan Mustafa III, Sultan Abdul Hamid I.
Sifat seorang da’I pada masa ini tidak semua memiliki sifat al-ulama dan al-umara. Namun ada yang bersifat al-ulama saja atau yang bersifat al-umara, bahkan yang bersifat al-ulama wa al-umara’pun ada. Maka itu sifat yang bercorak adalah al-ulama, al-umara, dan al-ulama wa al-umara.

a. Mad’u

Kondisi mad’u pada masa daulah Utsmaniyah umumnya bersifat al-ummah, karena pada masa daulah ini, masih banyak yang belum menerima Islam sebagai agamanya. Akan tetapi, dari dinasti sebelumnya sudah banyak pula yang sudah menerima Islam. Jadi, corak mad’u pada masa daulah Utsmaniyah yaitu mad’u ijabah dan ummah.

b. Materi

Materi yang diterapkan pada masa daulah Utsmaniyah meliputi akidah, syariah dan muamalah. Di mana pada masa Utsmaniyah materi-materi seperti fiqih, tata cara membaca Al-Qur’an, berwudhu dan lain-lain, lebih dipermantap lagi penerapannya. Pada masa ini ketahuidan (meng-Esa-kan) pun di tanamkan pada umatnya.




c. Metode

Pada masa Utsmaniyah ada beberapa macam metode yang digunakan dalam berdakwah antara lain:

1. Ekspansi
Penyebaran agama Islam dilakukan dengan cara ekspansi atau perluasan wilayah. Ekspansi yang dilakukan salah satunya meliputi kawasan Eropa dan Asia Kecil.
Masih banyak negara-negara lain yang menjadi kekuasaan di bawah daulah Utsmaniyah ini.

2. Ceramah
Metode ceramah adalah metode yang dilakukan dengan cara menyampaikan keterangan, petunjuk, pengertian dan penjelasan tentang sesuatu kepada pendengar dengan menggunakan lisan. Para ulama melakukan dakwahnya di masjid-masjid.

3. Metode Kelembagaan
Pada masa daulah Utsmaniyah banyak dibangun masjid, sekolah, rumah sakit, jembatan, dan tempat berlindung . Selain itu, pekerjaan penting yang dilakukan adalah dibentuknya militer Islam yang kuat dan memasukkan sistem khusus dalam kemiliteran yang berasaskan Islam.

4. Metode Missi (Bi’tsah)
Penyebaran agama Islam ke berbagai wilayah dilakukan dengan cara mengutus para da’i. Pada masa ini dilakukan penjagaan di wilayah-wilayah perbatasan Romawi dan mencegah serangan yan g mungkin datang menyerbu kekuatan Islam sejak masa pemerintahan Abbasiyah.

5. Metode Tanya-Jawab
Metode yang dilakukan dengan menggunakan Tanya jawab untuk mengetahui sampai sejauh mana pemahaman materi dakwah. Metode ini biasanya bersamaan dengan metode caramah, jadi ketika mad’u tidak memahami bisa langsung bertanya. Sehingga adanya hubungan timbale balik antara da’I dan mad’u.




6. Metode Bimbingan Konseling
Dari dinasti-dinasti sebelumnya telah diajarkan tata cara shalat, cara membaca Al-Qur’an dan kajian kitab. Pada masa Utsmaniyah ini pengajaran pun lebih di matangkan atau dipermantap bagi yang sudah biasa dan yang belum mengetahui.


7. Metode Keteladanan
Khalifah Ustmaniyah ini mempunyai sifat yang pemberani, bijaksana, ikhlas, sabar, daya tarik keimanan, adil, memenuhi janji,dermawan, ikhlas karena Allah dalam setiap penaklukan. Karena sifat kepemimpinan ini, maka banyak orang yang terpengaruh dengan kepribadiannya, sehingga banyak yang masuk dan memeluk agama Islam.

8. Metode Propaganda
Metode propaganda adalah suatu upaya untuk menyiarkan Islam dengan cara mempengaruhi dan membujuk massa. Metode ini masih digunakan karena belum semua kaum memeluk agama Islam.

9. Metode Diskusi
Diskusi sering dimaksudkan sebagai pertukaran pikiran antara sejumlah orang secara lisan membahas suatu masalah tertentu dan bertujuan untuk memperoleh hasil yang benar. Sebagai contoh, perwakilan negeri-negeri Eropa berkumpul di Istanbul. Mereka mengajukan usulan-usulan pada pemerintahan Utsmani. Beberapa usulan penting itu adalah membagi negeri Bulgaria menjadi dua wilayah. Namun usulan ini tidak disetujui oleh Utsman.

10. Metode Karya Tulis
Metode ini masuk dalam kategori dakwah bi al-qalam. Tanpa tulisan dunia akan lenyap dan punah. Pada masa Utsmani upaya-upaya manipulatif sejarawan musuh-musuh Islam, khususnya terhadap sejarah khilafah Utsmaniyah dihadang sekelompok intelektual dan sejarawan umat. Dimana mereka berusaha membantah semua tuduhan yang dilakukan oleh sejarawan musuh-musuh Islam itu dan membela pemerintahan Utsmani. Salah satu buku yang paling menonjol dalam melakukan bantahan ini adalah buku yang ditulis oleh Dr. Abdul Aziz Asy-Syanawi yang ditulis dalam tiga jilid besar dengan judul Al-Daulat Al-Utsmaniyah Daulat Muftara ‘Alaihi dan buku-buku bermutu lainnya yang ditulis oleh Dr. Muhammad Harb seperti, Al-Utsmaniyyun fi Al-Tarikh wa Al-Hadharah dan lain-lain.

11. Metode Silahturahmi (Home Visit)
Metode silahturahmi, yaitu dakwah yang dilakukan dengan mengadakan kunjungan kepada suatu mad’u tertentu dalam rangka menyampaikan isi dakwah kepada mad’u. metode ini dapat dilakukan melalui silaturahim, menengok orang sakit, ta’ziyah dan lain-lain. Jadi dengan dilakukannya metode inilah yang disebut metode home visit.

12. Metode korespondensi
Metode korespondensi adalah metode melalui surat-surat. Jadi sebelum da’I di kirim ke daerah itu,terlebih dahulu di kirim surat sebagai pengantar.

d. Media

Media yang digunakan pada masa daulah Utsmaniyah ini diantaranya adalah:

1. Sekolah-sekolah

Karena pada masa ini khalifah cinta akan ilmu,maka dibangunnya sekolah-sekolah agar orang-orang dapat berpengetahuan. Pendidikan diberikan secara gratis, sedangkan materi yang diajarkan adalah meliputi tafsir, hadist sastra, balaghah, ilmu-ilmu kebahasaan, arsitektur dan lain-lain. Maka dari sinilah ilmu-ilmu semakin berkembang dan kita sebagai umat penerusnya bisa merasakan ilmu-ilmu yang telah diajarkannya.

2. Masjid

Masjid pada masa ini juga merupakan tempat pendidikan, yang mana pendidikan yang diajarkan Al-Qur’an, hadist, tafsir dan lain-lain. Masjid juga tempat dilakukannya untuk berdakwah dengan metode ceramah.

3. Rumah Sakit

Di setiap klinik ini di tempatkan dokter dengan tambahan dokter-dokter spesialis di bidangnya seperti ahli penyakit dalam, ahli bedah dan ahli farmasi. Pada masa inilah semua telah di kembangkan dengan telah banyaknya pengetahuan yang ada dan semakin berkembang.


4. Media Cetak

Pada masa ini banyak buku-buku yang diterjemahkan dari bahasa Yunani, Persia dan Arab ke dalam bahasa Turki. Salah satu buku yang diterjemahkan itu adalah Masyahir Al-Rijal (Orang-orang terkenal) karya Poltark dan masih banyak lainnya. Dengan adanya penerjemahan buku-buku ini otomatis adanya media cetak untuk mencetak hasil terjemahan ini, dan juga adanya percetakan uang karena uang pada masa ini juga digunakan untuk kebutuhan.



















BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan

 Utsman adalah pendiri daulah Utsmaniyah, yang berdiri dari tahun 699-726 H. Jadi daulah ini berdiri selama 27 tahun.
 Khalifah pada masa daulah Utsmaniyah sekitar 30 orang khalifah. Namun ada 13 khalifah yang lemah dalam kepemimpinannya.
 Unsur-unsur dakwahnya yaitu:
a. Da’I, yang mana khalifah pada masa ini sekitar 30 orang, namun ada diantaranya khalifah yang lemah dalam kepemimpinannya. Corak da’I pada masa ini bersifat al-ulama’, al-umara’, dan al-ulama’ wa al-umara’.
b. Mad’u, pada masa ini mad’u masih bercorak al-ijabah dan al-ummah.
c. Materi ,materi pada daulah Utsmaniyah meliputi akidah, syariah dan muamalah.
d. Metode, metode yang digunakan yaitu: ekspansi, ceramah, kelembagaan, missi, tanya jawab, bimbingan konseling, keteladanan, propaganda, diskusi, karya tulis, silahturahmi dan korespondensi.
e. Media, media yang digunakan yaitu: sekolah, rumah sakit, masjid dan media cetak.

B. Saran

Dengan terselesaikannya makalah ini , penyusun berharap para pembaca dapat memberikan tanggapan ataupun sanggahan yang bersifat membangun. Dan juga penyusun tidak lepas dari kesalahan dalam menyusun makalah ini.
Penyusun juga berharap dengan disusunnya makalah ini kita semua dapat mengetahui sejarah-sejarah dakwah pada daulah Utsmaniyah.







DAFTAR PUSTAKA


Ali Muhammad Ash-Shalabi, Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003
Wahyu Ilahi dan Harjani Hefni, Pengantar Sejarah Dakwah, Jakarta: Kencana, 2007
Moh Ali Aziz, Ilmu Dakwah, Jakarta: Kencana, 2009
Samsul Munir Amin,Ilmu Dakwah, Jakarta: Amzah, 2009

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Orientasi Seksual dalam Perspektif Al – Qur’an

Orientasi seksual dalam perspektif al – Qur’an

A.PENDAHULUAN.
Seks adalah pemberian Allah SWT, sebagaimana pemberian – pemberian lain pada setiap makhluk –Nya. Ia adalah rahmat, karunia, dan sekaligus amanat. Seks adalah kebutuhan azali manusia. Semenjak dari merancang, allah sudah memikirkan seks manusia yang kelak menjadi kebutuhannya. Dengan kesadaranNya, allah menciptakan manusia berpasangan, lengkap dengan seperangkat dengan alat – alatseksnya yang unik. Tanpa melalui proses pengajaran, manusia mampu mempergunakan seperangkat alat – alat seks intuk secara tepat, bahkan sangat kreatif. Adam dan hawa adalah contohnya. Ini karena bersamaan dengan rancangan itu, Allah melengkapi manusia dengan” naluri seksual” sebagaimana yang di berikan kepada makhluk – makhluk lainnya.
Oleh karena itu, seks adalah natur, naluri, dan kepentingan biologis berkelangsungan (li al –tanasul). Keberadaannya melekat dengan nadi kehidupan. Sering di katakana bahwa kehidupan itu sendiri adalah seks. Tak seorang pun bias mengintervensi urusan seks manusia sebagaimana juga tidak mungkin mengatur arah kehidupannya. Seks merupakan kedaulatan diri, harga diri, dan mahkota kehidupan. Ia hanya bias di berikan dan di lakukan melalui kesadaran diri, dan melalui kontrak (al – aqd)atau kesepakatan bersama(‘an taradl). Perlakuan di luar itu adalah pemerkosaan, pengangkangan, dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia, yang dalam bahasa Al-quran di sebut al- zina.
Ini tidak lain kerena seks adalah hak asasi setiap individu. Secara dasarinya, seks menganut kebebasan sebagaimana bebasnya individu untuk memperlakukan organ – organ seksualnya. Pembatasannya adalah ketika penggunaan seks berbenturan dan mengusik kebebasan orang lain. Dengan kata lain, regulasi tentang seks mulai di butuhkan ketika seks di butuhkan ketika seks bekerja dalam konteks hubungan sosial dengan pihak lain. Inilah yang senantiasa menjadi wacana dan perdebatan publik, temasuk dalam ajaran – ajaran agama.
Akan tetapi sebagai manusia tidak menetapkan karunia ini sesuai dengan mestinya. Munculnya perilaku menyimpang akan seks akan menetapkan seks sebagai aktifitas yang negative, seperti pemerkosaan, homoseksual, anal seks, dan kelainan seksual.
Maka sebagaiman sebenarnya cara memperlakukan seksual sebagai karunia? Dan tentu rujukan kita adalah Al- qur’an. Bagaiman Al – qu’an mengarahkan orientasi seksual tersebut?adakah Aturan – aturan yang jelas dan tegas terhadap orientasi seksual, dalam Al –qur’an.
Dalam makalah ini penulis akan menela’ah hal tersebut secara komprehensif, sehingga umat manusia terutama umat islam mengerti tentang apa dan bagaimana islam mengarahkan orientasi seksual. Allahumma Yasir lana.
B. Terminologi Seks
Bagi sebagian orang, seks masih di anggab tabuh. Sehingga, berbicara mengenai seks harus secara pribadim kondisi ini amat memprihatinkan, karena pengetahuan seks sangat penting. Bagaimana pun, seks berkaitan dengan kehidupan sehari – hari. Jika konsep mengenai seks yang di terimah salah, maka banyak akibat dan resikonya. Serta, penanganan aktivitas seks juga bias tidak tepat.
Menurut Dr. Boyke, banyak orang yang memandang seks sebagai komsumsi orang dewasa. Remaja apalagi anak – anak, tidak di perbolehkan mengetahui seks. Padahal justru pada masa remaja , pendidikan seks harus di mulai di berikan. Pada masa ini mereka sedang mengalami organ – organ seks, baik primer maupun sekunder. Jika tidak di berikan pengetahuan yang cukup, di takutkan malah salah arah.
Oleh karena itu, sebelum melangkah lebih jauh, ada baiknya kita memahami terlebih dahuludefenisi kata “seks”itu sendiri. Seks memang memiliki defenisi yang luas. Namun, jika kita berbicara mengenai seks secrs keseluruhsn, maka yang di maksudkan adalah pendidikan mengenai jenis kelamin.
Defenisi seks, dapat di kelompokkan menurut beberapa dimensi, di antaranya:
Dimensi biologis yang bekaitan dengan alat reproduksi. Di dalamnya termasuk pengetahuan mengenai hormon – hormon. Menstruasi, masa subur, gairah seks, bagaiman menjaga kesehatan dan gangguan seperti PMS (penyakit menular seksual) dan bagaimana mempungsikannya secara optimal secara biologis. Dimensi faal mengcakup pengetahuan mengenai proses pembuahan, bagaiman ovum bertemu dengan sperma dan membentuk zigot dan seterusnya.
Dimensi Psikologis Sekaligus berkaitan dengan bagaimana kita menjalankan fungsi kita sebagai mahluk seksual dan identitas peran jenis. Mengapa pria di pandang lebih agresif dari pada wanita?
Dimensi Medis adalah pengetahuan mengenai penyakit yang di oleh hubungan seks, terjadinya impotensi, nyeri, keputihan dan lain sebagainya.
Dimensi Sosial seksualitas berkaitan dengan interpersonal ( hubungan antara sesame manusia). Seringkali, hambatan inleraksi di timbulkan oleh kesenjangan peran jenis antara laki –laki dan perempuan. Hal ini di pengaruhi oleh factor budaya dan idola asuh yang lebih memprioritaskan posisi laki –laki. Anggapan tersebut harus di luruskan. Karena jenis kelamin tidak menentukan mana yang lebih baik atau berkualitas.
Yang penting bagaimana membentuk kualitas hubungan yang baik antara laki – laki dan perempuan. Bagaimana menciptakan kesetsraan yang proporsional, dapat membedakan mana peran kodrati dan peran masyarakat? www. Isekolah. Org
C. Bicara Soal Orientasi Seksual
KETIKA kita berbicara mengenai masalah seksualitas maka ada satu hal yang perlu juga kita ketahui yaitu orientasi sosial, yang bias di jelaskan sebagai ketertarikan pada orang lain secara seksual berdasarkan jenis kelaminnya.
Ada tiga kelompok dalam orientasi seksual tersebut:
Pertama homoseksual, yaitu ketertarikan secara seksusl maupun emosional pada orang lain yang berjenis kelamin sama. Pada laki- laki biasanya di sebut dengan gay, sedangkan pada perempuan biasanya di sebut dengan lesbian. Sebenarnya temasuk juga dalam kelompok ini adalah waria.
Kedua heteroseksual, yaitu tertarik kepadaorang lain yang berjenis kelamin yang berbeda. Ini adalah orientasi seksual yang banyak terdapat di masyarakat ( jumlahnya mayoritas) dan di anggap normal di bandingkan dengan orientasi seksual yang lain.
Ketiga biseksual, yaitu tertarik pada orang lain yang berjenis kelamin yang sama ataupun berbeda. Secara umum homoseksual maupun biseksual merupakan monoritas dalam masyaakat dan di anggap tidak lazim, tidak normal dan aneh, karena memang mayoritas orang mempunyai orientasi heteroseksual ( menyukai lawan jenis), yang selama ini di anggap normal.
Mengapa seseorang memiliki orientasi tertentu? Ini merupaakan pertanyaan yang banyak di lontarkan ke pusat konsultasi Youth center PKBI. Sebenarnya banyak teori ataupun pendapat yang berkembang tentang permasalahan ini dan sampai saat ini pun masih menjadi perdebatan. Tidak seorang pun yang beenar – benar tahu mengapa seseorang menjadi homoseksual atau biseksual. Sebagian besar peneliti percaya bahwa mereka dim lahirkan dalam kondisi seperti itu. Tetapi, beberapa peneliti lain menyimpulkan bahwa ini berkaitan dengan pengalaman mereka saat tumbuh dewasa, berasal dari respon – respon yang di pelajari dari pengalaman seksual sebelumnya.
Atau karena pola asuh. Pertanyaan ini sama halnya dengan mencari tahu mengapa seseorang lelaki dan perempuan bisa saling tertarik satu sama lain. Bisa jadi kita menjawab: “Yaa.. emang dari sononya sih!”
Teori yang mempercayai bahwa orientasi seksual berasal dari bawaan ( teori garis orientasi) menjelaskan bahwa seseorang ketika lahir membawa bakat ketertarikan tertentu secara seksual pada orang lain. Bakat terrsebut di bawa sejak seseorang di lahirkan dan berkembang hingga dewasa. setiap orang akan mengalami perkembangan seksualitasnya termasuk orientasi seksualnya. Pada sekitar umur 12 tahun atau lebih, rasa ketertarikan ini akan berkembang sebagai mana mestinya.
Dr Dean Hamer adalah orang pertama yang berhasil menentukan koleksi suatu segmen DNA dalam kromosonm yang tampaknya berisi satu atau lebih gen yang berperan bagi orientasi sosial seseorang. Walaupun masal;ah ini hanya di rasakan oleh orang yang bersangkutan, namun orientsi seksual ini bukanlah merupakan sebuah permasalahan yang seehana dan mudah, karena banyak hal yang terkait yang harus hadapi bagi mereka yang orientasi seksual di pandang “tidak normal” Bagi masyarakat. Misalnya, tentang bagaimana orang lain ataupun masyarakat menerima kehadiran kaum homoseksual termasuk waria, atau juga bagaimana perasaan mereka ketika mereka menjadi seorang yang”bebeda” dengan orang lain, di kucilkan atau bahkan dianiaya karena perbedaan itu.
D. Teologi Seksual
Perlu di tegaskan terlebih dahulu, bahwa seks adalah pemberian Allah SWT, sebagaimana pemberian – pemberian lain yang di letakkan pada setiap kehidupan makhlukNya ia adalah rahmat, karunia, dansekaligus amanat (kepercayaan) karena satu misi pelestarian dan keberlangsungan kehidupan. Seks adalahbagian dari cara Allah (sunnatullah) merepeoduksikan jenis – jenis ciptaanNya secara natural. Ini seks dalam pengertian yang khusus. Dalam pengertian yang umum,seks sesungguhnya terkait eret dengan perasaan, emosi, naluri, dan juga rasio yang menjadi bagian dari keutuhan jiwa- raga sebagai makhluk hidup.
Setiap orang, baik laki- laki maupun perempuan, secara kudrati telah di lengkapi organ – organ seks sekaligus nalusi seksualnya.manusia memiliki hak yang penuh untuk menikmati dan memperlakukan organ –organ seks tersebut sesuai dengan kehendak dan kesadarannya, yang tentu saja tidak di harapkan tidak mengabaikan norma – norma yang telah di gariskan oleh sang pemberi Anugrah tersebut. Sebagai pemberian Allah yang melekat dalam eksistensi manusia, maka seks merupakan bagian dari otonomi diri. Tidakk seorangpun di beri peluang dan hak untuk merampas dan mengambil alih hak seksualitas orang lain. Oleh karena itu, dalam pandangan teologis tidak saja di larang adanya praktik – [raktik yang mengarah kepada penguasaan dan eksploitas seksual, tetapi juga subordinasi seksualitas sebagaiman yang selama ini terjadi antara laki – laki atas perempuan.
Dalam konteks hubungan lelaki dan perampuan, seks memiliki kesetaraan (sexual equality). Baik laki –laki maupun perempuan di berikan organ, naluri, potensi dan energi seksual yang setara. Perbedaanya terletak pada bentuk, beberapa fungsi, wujud dan ekspresi tertentu dari setiap organ seksual itu. Perbedaan ini sengaja di ciptakan Allah sebagai pasangan ( patner kesempurnaan) yang di harapkan dapat di perwujudkan Allah dengan segala amanat danmisiNya di bumi, dan tidak dalam maksud untuk di beda – bedakan dalam perlakuan sosial, politik, ekonomi, maupun budaya [QS al- Nisa:1, al- A’raf:188, al-Zumar:6, al- Nahl:72,al –An’am:8]. Perbedaan perlakuan sosial(diskriminasi) berdasarkan jenis kelamin, lebih khusul lagi dalam persoalaan seksual, merupakan bagian dari penentangan terhadap kehendak dan “strategi”kehidupan yang di rancang oleh Allah SWT.
Al Qr’an sesungguhnya secra dasariyah menganut paham ini, yakni prinsip kesetaraan, partnership, dan dan keadilan dalam hubungan seksusl laki – laki dan perempuan. Hal itu di nyatakan sendiri oleh Al – Qur’an dalam bahasa metaforik:
(mereka[perempuan] itulah pakaian bagimu dan kamupun pakaian dari meraka)[QS al- baqarah:187].pakaian, dalam penjelasan tafsir jalalayn, merupakan symbol dari kebutuhan dasar (basic need)yang tidak mungkin di pisahkan antara laki – laki dan perempuan,. Ibn Abbas mengkrongkretkan bahwa kebutuhan dasar yang di maksud adalah kebutiuhan ketentraman,kedamaian, dan ketenangan satu sama lain. Dalamn diri laki – laki ada ketentraman bagi perempuan sebaliknya dalam diri perempuan ada kedamaian laki – laki.
E. Seks & Perempuan
Al- Qur’antidak secara spesifik menjelaskan seksualitas. Al- Qur’an dalam menjelaskan hal ini menggunakan bahasa yang halus dan santun, tidak fulgar, serta tertolaklah tuduhan Gusdur yang telah mengatakan bahwa Al- Qur’an adalah kitab yang paling porno di dunia. Tetapi Al- Qur’anjuga tidak menghindar dari pembicaraan ini. Dalam beberapa ayatnya,Al- Qur’an secara gambling membicarakan dan menjelaskan jenis kelamin sebagai kenyataan (sunnatullah) seksual, tetapi pembicaraanya lebih cenderung sebagai relasi seksual suami – istri ketimbang seks sebagai hak individu.kerenanya, pembicaraan nikah sebagai pelembagaan relasi sosial seksual memperoleh penjelasan yang cukup lengkap di banding dengan seksual sebagai hak setiap orang. Akibatnya, timbul suatu pemahaman dan perseptip di kalangan masyarakat bahwa penyaluran seksual hanya bisa di lakukan lewat jalur pernikahan belaka, dan seks adalah semata –mata hubungan kelamin antara suami dan istri.
Padahal makna seks jauh lebih luas dari sekedar itu. Setiap aktivitas yang berhubungan dengan organ – organ seks, dan memperoleh kenikmatan darinya,mungkin bisa di sebut sebagai aktivitas seksual. Sejak bayi, meskipun belum sempurnah, setiap orang tentu telah melakukan aktivitas seksualnya. Karena itu, aktivitas seksualitas tidak bisa di batasi hanya setelah atau karena melakukan pernikahan. Seks bisa di lakukan dan terjadi di mana dan kapan saja dalam setiap tahapan perkembangan manusia.
Oleh kerenanya, yang kita butuhkan yang sebetulnya adalah penjelasan tentang hak – hak seksual dan sekaligus juga aturan – aturan etika dan moral yang melingkupinya. Akan tetapi, ketentuan – ketentuan demikian ternyata tidak kita temukan dalam teks – teks Al- Qur’an. Ini bisa di pahami karena Al- Qur’an memang bukan “buku panduan”dan bukan pula “kitab hokum” yang merinci setiap persoalan, melaikan sekedar kerangka makro dan prinsib – prinsip dasar belakang sebagai konseksuensi dari kedudukannya sebagai sumber dari segala sumber nilai dan hokum.
Meski begitu, dalam metafora yang cukup terang, seksualitas di gambarkan oleh Al- Qur’an sebagai “ cocok tanam”, di mana harus tersedia lading, penanam, bibit yang di tanam, dan cara yang di gunakanm dalam bercocok tanam.
Dalam surat Al- baqaeah ayat 223 di nyatakan.
“istri- istrimu adalah[seperti] tanah tempat kamu bercocok tanam, kamu datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kahendaki…”
Ayat ini, seperti ini telah di nyatakan di atas, menggambarkan relasi seksual suami dan istri. Dalam ayat ini, sekilas tergambar bahwa seksualitas perempuan adalah pasif dan sebaliknya seksual lelaki harus aktif, terutama ketika berhubungan kelamin( jiwa).juga tergambar bahwa perempuan harus mau dan siap untuk di perlakukan bagaimana saja oleh kehendak seksualitas sang suami. Sebagai “ladang”, perempuan bisa di Tanami apa saja, dan bagaiman saja,dan bagaiman asaja caranya oleh si penanam bibit itu, kaum laki – laki. Dengan kata lain, perempuan adalah objek(lading) bagi seksualitas lelaki, dan posisinya subordinatif dari seksualitas laki – laki.
Penafsiran dan pemahaman demikianlah yang umum berkembang di tengah – tengah masyarakat. Pemahaman ini membentang lebar dari zaman unta hingga zaman nuklir, dari barat hingga timur. Bisa jadi segala bentuk diskriminasi, dan ‘fitnah’atas seksualitas perempuan yang selama ini beroperasi melalui ajaran keagamaan, seperti ajaran khitan-perempuan dan pengharusan istri untuk memenuhi hasrat seksualitas suami, bersumber dari pemahaman dan penafsiran terhadap ayat ini. Padahal pemahaman penafsiran ini keliru dan tidak memenuhi dasar penafsiran yang sahi kecuali sebagai bias dari kukuhnya budaya dan alam piker patriarki yang menyelimuti para mufassir dan khalayak dari masa ke masa.
Ayat tadi, jika kita tilik dari konteks turunnya, sebenarnya menjelaskan tentang “kebebasan cara” dalam melakukan hubungan seksual antara suami dan istri. Oleh banyak kitab tafsir di jelaskan bahwa cara itu bisa di praktikkan sambil berdiri, jongkok, dari depan, dari belakang, dari samping, dan bisa dengan model apapun selagi masih berfokus ke dalam lobangfarj (vagina). Farj adalah focus seksualitas yang di tekankan ayat ini. Harst (ladang) yang di maksud adalah farj (vagina), bukan anus (dubur) atau lobang lainnya. Di jelaskan oleh Rasulullah SAW.
“sebenarnya seksualitas bisa di lakukan bagaimana saja caranya asalkan tertuju pada farj.”(HR. Ahmad)
Oleh karenanya, ayat ini tidak dalam maksud menggambarkan posisi struktur seks laki – laki atas perempuan yang subordinatif, sebagaiman umum di pahami. Dalam sebab al- nuzul, ayat ini turun sebagai penolakan atas perpeksi orang yahudi yang beranggapan bahwa “siapa yang menyetubuhi istrinya dari arah belakang, maka anaknya lahir juling. “sekali lagi, aksentuasinya adalah teks fa’tu hastsakum anna syi’tum (datangilah “ladangmu” [vagina] itu bagaimana saja kamu kehendaki). Karenanya, menurut penulis, ayat ini menganut kebebasan cara melakukan hubungan seksual, dan untuk melakukan “bgaimana” kebebasan cara ini di tataran praktis tentu perlu musyawarah antara suami dn istri terlebih dahulu [QS al- Syura :38, Ali’ imran:159).
Ayat tersebut sekaligus melanjutkan bahwa hubungan seksual sesungguhnya bukan semata –mata untuk kepentingan reproduksi (untuk melanjutkan keturunan), tetapi juga bisa untuk kepentingan rekreasi. Fungsi reproduksi hanya salah satu dari fungsi relasi seksual.apalagi jika melihat masa subur perempuan yang sangat sempit, yakni hanya 12 jam dalam satu bulan, maka nampak sekali betapa hubungan seks sebetulnya lebih banyak berdimensi rekreatif ketimbang reproduksi,
Sedangkan relasi struktur seksual tetap mengacu kepada Al- qur’an Qs al- baqarah:187 yang berbunyi “ Hunna libuslakum wa antum libasu lahunna-a” (mereka [istri] ini adalah pakean bagimu dan kamu pun adalah pakean bagi mereka), yakni suatu hubungan yang setara, saling melengkapi, dan saling membutuhkan sebagai patner dalam menyalurkan hasrat seksualnya.
F. Al- Qur’an memuliakan perempuan
Kita memangposisikan Al- qur’an secara porposional, sebagai aturan( norma dan nilai) yang universal, yang bersendikan keadilan, kemaslahatan, dan mengangkat harkat dan derajat kemanusiaan, sebagai sesuatu yang qath’iy. Positioning ini perlu di lakukan, rerutama dalam memahami ayat –ayat yang berhubungan dengan seksualitas dan relasi gender.
Ini di lakukan karena Al – qur;an di turunkan pada abad ke- 17 M di kawasan Arabia yang secara sosiologis, masyarakatnya memiliki konstruk dan persepsi kebudayaan yang diskriminatif mengenai perempuan. Tatanan yang berlaku pada masyarakat jazira Arabia ketika Al- qur’an turun adalah system patriarki atau kebapakan, suatu baudaya yang di bangundi atas struktur dominasi laki – laki sebagai pusat kuasa. Perempuan dalam kebudayaan mereka di posisika dan di perlakukan sedemikian rendah dan hina, kebiasaan yang bisa di catat dari budaya mereka terhadap perempuan adalah pembunuhan bayi perempuan, peleceha seksual terhadap [budak] perempuan, peniadaan hak waris bagi kaum perempuan, zhihar, poligami tanpa batas, menceraikan perempuan sesuka lelaki,dan lain – lain. Perempuan saat itu tidak lebih dari sekedar mesin reproduksi manusia. Ia bak komoditas reproduksi.
Oleh karena itu, memahami ayat –ayat Al- qur’an tidak bisa hanya berhenti pada teks semata, melainkan harus menyertakan bacaan konteks sosial budaya kapan dan di mana teks itu terbentuk, membaca ayat Al- qur’an tentang seksualitas tanpa membaca konstruk kebudayaan masyarakat Jazira Arabia saat itu hanya akan menghilangkan misi emansipatoris yang tersirat dalam setiap maknanya.
Kita tau posisi perempuan saat ayat – ayat Al- qur’an di turunkan berada dalam anggapan yang buruk, bahkan sampai menjadi keyakinan bahwa perempuan adalah makhluk sumber “fitnah’, lemah, mewarisi kejahatan tidak mempunyai kemampuan intelektual, dan kosong dari spiritual; karena itu, perempuan “tidak setara dengan kaum laki – laki”. Konbseksuensinya perempuan perempuan di anggap tidak mampu dan tidak lain untuk memikul peran – peran public dan segala hal yang memiliki akses ke dalam wilayah public, perempuan hanya di cukupkan mengurus,bahkan mengatur, hal – hal yang berada pada wilayah domestic belakang.
Dalam latar sosial – budaya demikianlah., Al – qur’an di turunkan sebagai jawaban, bantahan, dan alternative nilai untuk membangun kembali tata kebudayaan yang adil. Benar, apa yang di katakana oleh Fazrul Rahman bahwa Al- qur’an merupakan respon Allah yang di sampaikan melalui Rasullnya untuk menggapai situasi sosial moral pada masa Nabi. Al –qur’an dan asal usul masyarakkat islam muncul dalam sinaran sejarah dan berhadapan dengan latart belakang sosial- historis. Al- qur’an merupakan respon terhadap situasi trsebut dan sebagian besar kandungannya terdiri dari pernyataan moral, religious, dan sosial, sebagai respon terhadap masalah spesifik yang di hadpkan kepadanya dalam situasi – situasi yang kongkret.
Al- qur’an hadir dengan pandangan sendiri. Secara tegas Al=- qur’an mengakui adanya perbedaan atonomis dan biologis antara seksualitas perempuan dan seksualitas laki – laki. Al- qur’an juga mengakui bahwa organ seks berfungsi dengan cera yang mencerminkan perbedaan yang di batasi dngan baik oleh kebudayaan tempat Al- qur’an berada. Al –qur’an tidak berusaha menghapus perbedaan anatomis dan biologis itu, dan juga tidak menghilangkan signifikasi perbedaan yang kodrati itu. Tetapi juga Al- qur’an tidak pernah membuat aturan yang secara cultural menjadikan perbedaan seks itu dapat di perlakukan secara deskriminasi, subordinatif, dan dominative, atas yang lain.sebab ketentuan –ketentuan cultural smacam itu (jika ada) akan bertentangan dengan skala fungsi Al – qur’an sendiri yang bersifat universal , lintass cultural, melampoi batas ruang dan waktu.
Dalam pemahaman demikian, kita akan menemukan optimisme bahwa islam melalui Al- qur’an bertendeksi kearah pembahasan perempuan, ajaran –ajarannya tampak sebagai pemberontakan terhadap budaya dominasi laki – laki atas perempuan. Perempuan di dudukan secara setara dengan laki – laki ( Qs al-baqarah :128). Baik laki – laki baik perempuan di hadapan Allah adalah sama: mereka memiliki asal usul hidup yang sama (Qs al – nisa:1) sama – sama makhluk (ciptaan )Allah yang mengembang fungsi ganda sebagai hambah Allah (‘abdullah) [Qs al- Dzariyat: 56] dan khalifah Allah (khalifatullah fi al- ardl) [Qs al – baqarah: 30] keduanya di muliakan oleh Allah secara setara [ Qs al – isra: 70) dan satu sama at pakean yang saling membutuhkan, melengkapi dan menyempurnakan: tak ada yang sempurnah tanpa kehadiran yang lain [QS al – baqarah :187]. Perbedaan mereka di hadapan Allah adalah masalah kualitas kerja ,amal iman, dan ketaqwaan bukan karena factor jenis kelamin [Qs al- Hujurat:13]. Adapun keunggulan (fadlilah) yang di berika Allah kepada satu atas yang lain atau kepada laki – laki atas perempuan,sebagaimana di nyatakan dalam surat al – nisa: 34, bukanlah superioritas jenis kelamin. Itu karena fungsi – fungsi sosial yang telah dikonstruksikan sedemikian rupa oleh perkembangan kebudayaan masyarakat.
Nabi Muhammad SAW dengan Al- qur’annya adalah orang pertama di kawasan Arabia yang memikirkan proses perubahan yang terjadi secara seriyus. Ia sekaligus menjadi pemimpin terkemuka yang mampu mengartikulasi teori yang sistematis dan masuk akal untuk memajukan peradaban umat manusia, baik pada tataran spiritual maupun teknik- paradikmatis, tentu saja tawarannya membawa sekuensi terjadi restrukturiasi masyarakat secara radikal menuju kepadda keadilan gender.
Di sinilah, Nabi Muhammad adalah seorang revolusioner, baik dalam ucapan maupun perbuatannya. Ia bekerja demi perubahan radikal pada struktur masyarakat pada masanya. Dengan inspirasi wahyu ilfhiyah, menurut formulasiteologis, ia mengajukan sebuah alternatif tatanan sosial yang adil dan tidak eksploitatif, tidak diskriminatif, serta menentang perbudakan dan kecenderungan – kecenderungan tidak humanis terhadap perempuan. Dalam konteks ini, bukankah Nabi Muhammad SAW bisa di sebut seorang “feminis”wallahu a’lam.
G. Orientasi Sex yang Salah Arah (Studi kasus)
Sebagai pelengkap pembahasan tentang tema ini penulis memaparkan kasus penyimpangan perilaku seksual yang menyimpang, atau lebih tepat di sebut dengan orientasi yang salah kaprah(totally in appropriate). Penulis berangkat dari merebaknya kasus VCD itenas, film yang di buat sepasang mahasiswa seebuah unuversitas di bandung saat mereka berhubungan seks, menjadi bertanda jelas betapa banyak remaja dan anak mudah di masa kini tak lagi mengaggab tabu hubungan intim pranikah.
Survei yang di lakukan departemen kesehatan di tahun 1996 di jawa barat dan bali memberi informasi yang jelas. Sekitar 1,3 persen responden wanita kota dan dan 1,4 persen remaja putrid di desa jawa barat serta 4,4 persen responden wanita kota bali menyatakan melakukan hubungan seks pranikah.
Menurut surveyi yang di lakukan LIPI tahun 1998, sekitar 2,3 persen pelajar perempuan sekolah lanjutan atas dan 7 persen pelajar laki –laki di Surabaya, juga berhubungan seks sebelum nikah. Jangan heran bilah seorang ibu menemukan kondom di tas anaknya.
Hubungan seks saat pacaran sudah menjadi barang biasa. Ciuman dan pernak pernik perilaku seksual di anggap bumbu penyedap. Tanpa ciuman dan rabaan, pacaran terasa hambar.
Widhi (samara), mahasiswa usia 22 tahun, menegaskan “ Hari gini, Mas Mana ada anak mudah yang gak ciuman kalau pacaran. Lebih dari itu aja banya.”Widhi mengakui beberapa melakukan petting atau menempelkan kelamin satu sama lain untuk merangsang secara seksual. Aktivitas ini di anggap wajar, asal tidak sampe terjadi hubungan seksual(penetrasi).
Studi terakhir yang di lakukan PPK- Ui (2003) dan UNICEFmenunjukkan, separuh dari pelajar SMP di papua aktif secara seksual. Perilaku kencang umumnya berupa percakapan, memegamg tangan, dan berpelukang. Sepertiga dari mereka menyatakan pernah berciuman (pipi, binir). Sekitar 17 persen pernah meraba kelamin, dan 8 persen melakukan petting tanpa penetrasi.
Dalam hal kontak seksual awal, lebih dari sepertiga, sekitar 38 persen, mengaku pernah melakukan hubungan seks saat usia 13-15 tahun.
Menstruasi Dini
Dr. Boyke menyimpulkan perilaku seksual remaja saat ini, yang sudah mangalami pergeseran itu, akibat usia menarch (menstruasi) dini. Sepuluh tahun remajah baru menstruasi di usia 17 tahun. Sekarang di usia 13 tahun, saat anak masih duduk di kelas satu atau dua SMp, sudah menstruasi, lebih dari itu kindisi sosial saat ini juga sudah jauh berkembang. “Adanya pegeseran normah sosial akibat majunya teknologi informasi memengaruhi semuanya.” VCD, porno dan informasi dari internet mudah di peroleh, buku dan majalah yang tidak bisa di pertanggung jawabkan isinya dari segi pendidikan seks juga banyak.
Tidak heran bila peneliti yang di lakukan klinik pasutri Jakarta menyebutkan hamper 100 persen remaja atau anak SMA sudah melihan atau menonton gambar porno, dari internet, VCD,atau buku – buku serta kartu porno, ini adalah gerbang buat mereka untuk memulai aktivitas seks sebelum menikah.
Brata (47). Tujuhbulan yang lalu tagihan telepon rumahnya melonjak sampai 6 juta rupia. Ia sempat protes ke Telkom dan minta perincian pemakaian telepon itu. Alangkah kagetnya ketika tahu ada nomor – nomor party line, yang tenyata di hubungi putra sulungnya yang berusia 16 tahun.
Tiga Juta Aborsi
Para orangtua memang sering tidak tahu harus bagaiman. Kadang sangkin bingungnya anak di masukkan asrama yang kental dengan pendidikan agam. Padahal tindakannya itu belum tentu aman.
Dr. Boyke mengungkapkan, jalan yang tepat adalah memberikan pelajaran yang benar serta terbuka mengenai seksualitas kepada anak. “jangan takut denganpersopalan tabu. Pendidikan seks yang benar dan sesuai kondisi masyarakat kita dapat m,engurangi konflik dan mitos yang salah selama ini berkembang. Pengetahuan ini akan membantu anak mampu bersikap dewasa,”paparnya.
Menuru Dr. Boyke, remaja harus tahu organ – organ seksnya, cara memelihara, dan tau bagaimana macam akibat yang bakal timbul bila tidak menggunakannya dengan semestinya.
Penggunaan kandungan (aborsi) di Indonesia sekarang ini tercatat tiga juta kasus setiap tahunnya. Sekitar 15 persen di antaranya di lakukan oleh remaja. Tingginya aborsi pada remaja itu akibat tak ada pendidikan seks dan kesehatan reproduksi. Aborsi yang kebanyakan di jalankan secara tidak aman itu menjadi salah satu penyebab tinggi angka kematia ibu(AKI).
Saat ini di Indonesia yang tertinggi se- Asia tenggara. Masya Allah..!
F. kesimpulan
Manusia sebagai ciptaan Allah yang di ciptakan dalam sebaik – baiknya bentuk dan dengan sebuah pasilitas yang sangat lengkap, di antaranya adalah natural seksual. Dan Al-qur’an sebagai petujuk jalan sudah menjelaskan aturan – aturan untuk menyalurkan naluri/fitra seksual. Tidak kurang dari 115 ayat dalam Al-qur’an yang mengatur interaksi sosial laki – laki dan perempuan, dan membimbing orientasi seksual manusia, agar sesuai kemuliaan dan kehormatan.
Penyimpangan yang terjadi karena umat yang belum sadar akan kehinaan dan kemudharatan yang akan muncul dengan perilaku yang menyimpang itu. Tugas kita ini adalah membentengi diri dengan ilmu dan pemahaman yang benar tentang ayat – ayat Al-qur’an kemudian membawa keluarga bersam – sama menuju kemuliaan untuk menggapai ridho Allah SWT. Seperti melakukan pendidikan seks yang terbimingan dalam bahasa Al-qur’an yang santun. Karena pendidikan seks di yakini justru akan lebih mensejahterakan dan meningkatkan kesejahteraan seks di banding tanpa pendidikan seks. Adapun fiki menyebutkan “Darul Masafit muqoddamun Ala Jalbil Mashalih”, bahwa mengatasi timbulnya kerusakan harus lebih di utamakan ketimbang kemaslahatan yang di perkirakan harus lebih diutamakan ketimbang kesehatan yang di perkirakan. Wallahu a’lam.









DAFTAR PUSTAKA
Addushshamad, Muhammad Kamil,Mu’jizat ilmiah dalam Al-qur’an, terj. Alimin Lc,Ma.Ag,Jakarta ,Akbar MediaEka Aksara,2002
ABU Zaid, Nars Hamid tekstualitas Al-qur’an :Kritik terhadap Ulumul Qur’an, terj:Khoiron Nabdhiyyin, yokyakarta :lkis,2001
Al-A’zami, Musthafa, The history the Qur’anic Text,terj. Sohirin solihin. Jakarta, Gema istani Prees, 2005
Al- suyuti, jalal al-din, al- itqan fi ‘Ulum al-Qur’an. Beirut,Daar al- araby,2003.
Ellis, Havelock, studies in The Psychology of sex,New York,Rando House,1936.
Manzur,lbn,Lisan al-Arab,kairo,Daaar al- Hadits,2003.
Mahali,A mudjab Menikahlah engkau menjadu kaya,yokyakarta, Mitra pustsaka, 2004
Quraish Shihab, Muhammad, secercah Cahaya Ilahi, Bandung, Mizan, 2002.
www. Detikhealth.com
www. Republika.co.id
www.openbscriber.com

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM MASA DINASTI UMAYAH TIMUR

A. Pendahuluan
Dalam sejarah yang lazim kita ketahui bahwa setelah wafatnya Nabi Muhammad, beliau tidak meninggalkan pesan atau wasiat apapun tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin dalam wilayah politik umat Islam. Tampaknya, beliau lebih menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum muslimin sendiri untuk menentukannya. Dilalah, setelah terjadi musyawarah antara sejumlah tokoh kaum Muhajirin dan Anshar yang berkumpul dibalai kota Bani Sa’idah, Madinah, maka terpilihlah Abu BAkar hingga Ali dinamakan dengan periode khulafa al-Rasyidin. Sementara Islam terus berkembang tidak terkecuali memasuki wilayah kekuasaan Muawiyah yang menjadi awal kekuasaan Bani Umayyah.
Dinasti Umayyah adalah sebuah dinasti yang didirikan oleh keturunan Umayyah atas rintisan Muawiyah (661-680 M), yang berpusat di Damaskus. Daulah Umayyah merupakan fase ketiga kekuasaan Islam yang berlangsung selama lebih kurang satu abad. Fase ini tidak saja menunjukkan perubahan system kekuasaan Islam dari masa sebelumnya (masa Nabi dan khulafa al-Rasyidin), tetapi juga melahirkan perubahan-perubahan di bidang lain seperti sosial dan peradabannya. Bukti menonjol yang ditampilkan dinasti ini antara lain dengan melakukan pemindahan ibukota dari Madinah ke Damaskus, kepemimpinan dikuasai militer Arab dari lapisan bangsawan dan ekspansi kekuasaan Islam.
Dalam tulisan ini lebih memfokuskan pada Umayyah Timur, yang maksudnya adalah sebuah dinasti yang didirikan oleh keturuna Umayah atas rintisan Muawiyyah (661-680M), yang berpusat di Damaskus selain Umayyah Barat yang berkedudukan di Andalusia.

B. Kelahiran Bani Umayyah
Bani Umayyah adalah salah satu dari keluarga Quraisy, keturunan Umayyah bin Abdul Syaras bin Abdul Manaf, seorang pemimpin suku Quraisy yang terpandang. Umayyah bersaing dengan pamannya, Hasyim bin Abdul Manaf dalam memperebutkan kehormatan dan kepemimpinan masyarakat Quraisy. Ummyyah dinilai cukup memiliki persyaratan untuk pemimpin dan dihormati oleh masyarakatnya. Ia berasal dari keluarga bangsawan kaya dan mempunyai sepuluh putra. sebagain besar anggota keluarga Bani Umayyah menentang Nabi Muhammad Saw yang menyampaikan agama islam, sedangkan keluarga Bani Hasyim membelanya meskipun diantara mereka yang belum memeluk agama islam. Bani Hasyim membelanya terutama atas dasar ikatan kekerabatan, karena Nabi berasal dari Keluarga Bani Hasyim.
Pemutusan itu berakhir dan Bani Umayyah barun masuk Islam setelah Nabi Muhammad Saw berhasil menaklukkan kota Mekah pada tahun 8 H. sepeninggal Rasulullah, Bani Umayyah sesungguhnya telah menginginkan jabatan pengganti Rasul (khalifah), namun mereka belum berani untuk menunjukkan apalagi mewujudkan keinginan tersebut pada masa Abu Bakar dan Umar. Setelah Umar meninggal, Bani Umayyah dengan terang-terangan mendukung pencalonan Usman hingga akhirnya terpilih menjadi khalifah ke III. Pada masa pemerintahan Usman, Bani Ummayah banyak mendapat keuntungan. Sebagai anggota keluarga Bani Umayyah. Usman mengutamakan kerabatnya dengan memberikan hadiah dan kedudukan kepada mereka. Bani Umayyah memperoleh peluang besar untuk menduduki jabatan maupun kekeuasaan yang diberikan Usman. Pada masa inilah Muawiyah mencurahkan segala tenaganya untuk memperkuat dirinya, dan menyiapkan daerah Syam sebagai pusat kekuasaannya di kemudian hari.
Harapan untuk memperoleh kekuasaan yang lebih besar seakan terbuka jalannya setelah Usman dibunuh pada tahun 656 oleh para pemberontak yang menentang kebijakan nepotisme yang dipraktekkan pada masa itu dan penyalahgunaan harta baitulmal untuk kepentingan pribadi dan keluarga. Mengawali usaha untuk meraih kekuasaan, Muawiyah bin Abi Sufran selaku pemimpin Bani Umayyah melakukan politisasi tragedy pembunuh Usman. Dengan gaya retorika yang meyakinkan. Muawiyah bermaksud untuk menarik simpati orang lain dengan memperlihatkan jubah Usman yang berlumuran darah dan jari – jari yang terputus dari tangan isteri Usman, Na’ilah yang terpotong ketika berusaha melindungi Usman. Usaha ini besar menunjukan hasil dengan datangnya dukungan untuk mengusut lebuh lanjut perihal pembunuhan Usman.
Ketika Ali bin Abi Thalib yang diangkat sahabat untuk menggantikan Usman, memerintahkan Muawiyah untuk menyerahkan jabatannya. Ia menolaknya, sebaliknya Muawiyah melakukan serangan balik dengan menuduh bahwa Ali juga bersekongkol dengan pemberontak atau paling tidak ikut melindungi pembunuh Usman. Ia menuntut Ali dihukum. Politisasi pembunuhan Usman yang dilakukan Muawiyah tempat cukup efektifyang melahirkan simpatidan dan fanatisme masyarakat Syria dalam mendukung perjuangan Muawiyah. Sikap penentangan Muawiyah ini dianggap Ali sebagai pemberontak yang harus diperangi. Meskipun demikian, Ali terlebih dahulu melakuakan upaya damai dengan memberikan surat, mengutus delegasi dan meminta Muawiyah untuk mengakui pemerintah Ali dan bergabung bersamanya. Namun pembicaraan yang berkepanjangan pada akhirnya tetap tidak menghasilkan sebuah hasil yang dapat mencegah terjadinya perang saudara.
Maka, di Siffin (daerah antar Syiria dan Irak tepi Barat Sungai Eufrat), terjadilah perang antara Ali dan Muawiyah yang kita kenal dengan perang siffin pada tahun 657. Dalam pertempuran tersebut, pasukan Muawiyah terdesak dan hampir kalah. Dengan nasehat Amr bin ‘Ash agar pasukannya mengangkat mushaf al-quran tinggi-tinggi sebagai isyarat damai. Sebagian dari pasukan Ali berusaha menghentikan pertempuran, tapi sebagian lain tetap untuk berperang dan mengatakan itu semua hanya tipu muslihat Muawiyah. Terjadilah perpecahan di antara pengikut Ali, sehingga akhirnya Ali terpaksa menghentikan perang dan berjanji untuk menerima tahkim . Keputusan yang dihasilkan oleh pihak Ali yang diwakilkan oleh Abu Musa al-Asyari dan pihak Muawiyah oleh Amr bin ‘Ash ternyata membantu memperkuat kedudukan Muawiyah dan pengikutnya saja. Sehingga jelaslah bahwa sesungguhnya pihak Muawiyah tidak menawarkan arbitrase sebagai medium perdamaian, melainkan sebagai tipu muslihat semata. Hasil perundingan tersebut mengharuskan Ali untuk melepaskan jabatannya, untuk kemudian diadakan pemilihan khalifah yang baru. Dengan hasil ini, sudah barang tentu menjadikan bara permusuhan pihak Ali semakin berkobar dan semakin kuatlah alasan khawarij untuk memisahkan diri dan menentang Ali atas kelalaiannya menerima ajakan arbitrase tersebut. Oleh sebab itu, umat Islam terbagi menjadi tiga golongan kala itu, yakni: Bani Umayyah yang dipimpin Muawiyah. Syiah atau pendukung Ali dan Khawarij yang keluar dan inkar terhadap Ali.

C. Para Khalifah Umayyah
Wafatnya Ali merupakan jalan dan kesempatan baik bagi Muawiyah guna memuluskan niat dan rencanyanya menjadi penguasa. Dengan merelisasikan keputusan-keputusan perdamaian (arbitraase). Menjadikannya sebagai penguasa terkuat di wilayah kekuasaan Islam. Daulah Muawiyah, dengan ibu kotanya Damaskus berlangsung selama 91 tahun dan diperintah 14 orang khalifah. Mereka itu dalah Muawiyah (41 H/661) ,Yazid I (60 H/680), Muawiyah II (64 H/683), Marwan I (64 H/683), Abdul Malik (65 H/685), Walid I (86 H/956), Umar II (99 H/695), Yazid II (101 H/717), Hisyam (105 H/724), Walid II (125 H/ 743),Yazid III (126 H/744), Ibrahim (126 H/744), dan Marwan III (127 – 132 H/ 744 - 750).
Jika mencermati dari perkembangan kepempinan Khalifah yang 14 tersebut, maka periode Bani Umayyah dapat di bagi kepada tiga bahasa, yaitu permulaa, kejayaan, dan keruntuha. Pada masa awal di tandai dengan usaha – usaha Muawiyah meletakkan dasar – dasar pemerintahan dan orientasi kekuasaan; pembunuhan terhadap Husain bin Ali, perampasan kota Madinah, penyerbuan kota Makkah pada masa Yazid I dan perselisihan diantara suku – suku Arab pada masa Muawiyah II.
Sedangkan masa kejayaan dimulai pada masa pemerintahan Abdul Malik yang dianggap sebagai pendiri Daulah Umayyah kedua, karena mampu mencegah disentegrasi yang telah terjadi semenjak masa Marwan. Sebagai administrator ulung, iya berhasil menyempurnakan adnimistrasi Bani Umayyah. Pada masa Walid I, terciptalah kemakmuran kemenangan dan kejayaan. Negara Islam meluas dengan berhasinya berbagai ekspansi, terciptanya pembangunan gedung – gedung umum seperti masjid, perkantoran dan sebagainya.
Kejayaan Bani Umayyah pun berakhir pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz ( Umar II ). Sepeninggal Umar II kekhalifaan mulai melemah dan akhirnya hancur. Para pengganti yang ada lebih mengutamakan kepentingan pribadi dari pada kepentingan umat. Berikutnya, pada tahun 750 M, terjadi pertempuran antara pasukan Abbasiyah yang dipimpin oleh Abu Muslim al – Khurasani dengan pasukan Bani Abas.
Berikut bagian silsilah dari Bani Umayyah.



Bani Umayyah


Abu al – ‘Ash Harb

Al – Hakam Affan Abu Sofyan
1. Muawiyah
Usman 2. Yazid I
4. Marwan 3. Muawiyah II
Muhammad 5. Abdul Malik Abdul Aziz

6. Walid 7. Sulaiman 9. Yazid II 10. Hisyam

12. Yazid III 13. Ibrahim 11. Walid II

14. Marwan II Khalifah Umawiyah di Spanyol




D. Sistem Pemerintahan, Kebijakan Politik dan Ekonomi

Pemindahan kekuasaan kepada Muawiyah mengakhiri bentuk demokrasi, kekhalifaan menjadi monarchi heridetis (kerajaan turun – temurun) yang diperoleh tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak. Kekhalifaan Muawiyah diperoleh dengan cara kekerasan, diplomasi dan tipu daya, tidak dengan cara pemilihan atau suara terbanyak. Sukses kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk memyatakan setia pada anaknya Yazid. Muawiyah bermaksud untuk mencontoh monarchi di Persia dan Byzantium.
Pada masa Muawiyah mulai diadakan perubahan-perubahan administrasi pemerintahan, dibentuknya pasukan bertombak untuk mengawal raja, dan membangun bagian khusus dalam masjid untuk pengamanan memorandumyang berasal dari khalifah. Para sejarawan mengatakan bahwadi dalam sejarah Islam, Muawiyyah orang pertama yang mendirikan balai – balai pendaftaran dan menaruh perhatian atas jawatan pos, yang tidak lama keumudian berkembang menjadi suatu susunan teratur, yang menghubungkan berbagai bagian Negara.
Sementara itu, orientasi kebijakan politik yang dibangun adalah selain memperkuat pertahanan adalah melakukan ekspansi wilayah kekuasaan. Pada masa Muawiyah, Uqbah ibn Nafi berhasil mengasai Tunis, kemudian mendirikan kota Qairawan tahun 760 M yang selanjutnya menjadi salah satu pusat kebudayaan Islam. Di sebelah timur, Muawiyah memperoleh daerah Khurasan sampai Lahore Pakistan. Di sebelah barat dan utara diarahkan ke Byzantium. Ekspansi ke Timur dan Barat mencapai keberhasilannya pada zaman Walid I. masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam hidup dalam kebahagiaan. Selama pemerintahannya, terdapat tiga orang pimpinan pasukan terkemuka sebagai penakluk yaitu: Qutaibah ibn Muslim, Muhammad ibn al-Qasim dan Musa ibn Nusair.
Pada masa Abdul Malik, Qutaibah diangkat oleh Hajjaj ibn Yusuf, Gubernur Khurasan menjadi wakilnya pada tahun 86 H. Bersama pasukannya, Qutaibah menyebrangi sungai Oxus dan menundukkan Balikh, Bukhara. Khawarizm, Farghana dan Masarkand. Kemudian menerapkan kedudukannya di Transoxiana. Sementara Muhammad ibn Qasim diberi kepercayaan untuk menundukkan India. Mengepung pelabuhan Deibul di muara sungai Indus dan diberi nama baru Mihram. Ia melakukan ekspansi ke seluruh penjuru Sind, sehingga tiba di Maltan, di sebelah Punjab. Semenjak berhasil mengepung Brahmanabat dan menyeberangi Bayas, Maltan menyerah kepada pasukan ibn al-Qasim.
Ekspansi ke Barat di zaman Walid I dilakukan oleh Musa ibn Nusair yang berhasil menyerang Aljazair dan Maroko. Setelah menundukkannya, ia mengangkat Tariq bin Ziyad untuk memimpin pemerintahan di sana. Musa pun mengirim Tariq untuk menyerbu Spanyol bersama orang-orang Barbar, mereka berhasil menaklukkan Spanyol. Dengan demikian terbukalah pintu untuk menguasai Spanyol. Toledo, ibu kotanya jatuh ke tangan pasukan Muslim. Begitu juga kota-kota lain seperti Sevile, Malaga, Elvira dan Cordoba. Cordoba kemudian menjadi ibu kota Spanyol Islam yang kemudian di sebut dengan Andalus. Maka wilayah-wilayah kekuasaan Islam pada masa Umayyah ini meliputi Spanyol. Afrika utara, Syria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, Sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut dengan Pakistan, Uzbekistan, Kilgis di Asia Tengah.
Kemenangan-kemenangan yang dicapai umat Islam secara luas itu menjadikan orang-orang Arab bertempat tinggal di daerah-daerah yang telah dikuasai itu. Prinsip keuangan Negara yang diberlakukan mengikuti apa yang pernah ada pada masa khulafa al-Rasyidun, yaitu penetapan pajak tanah dan pajak perorangan untuk setiap individu penghuni daerah-daerah taklukkan yang itu menjadi income bagi pemerintah Umayyah.
Di samping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang, seperti mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya disepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Jabatan khusus seorang hakim yang menjadi profesi sendiri juga terjadi pada masa ini, Abdul Malik juga melakukan pembenahan-pembenahan administrasi dan pemberlakuan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam. Artinya bahasa resmi dari Daulah Umawiyah adalah bahasa Arab, bahkan adat istiadat dan sikap hidup mereka harus mencerminkan Arab.

E. Perkembangan Peradaban

a. Arsitektur
Seni bangunan pada zaman Umawiyah bertumpu pada bangunan sipil berupa kota kota, dan bangunan agama berupa masjid-masjid. Beberapa kota baru atau perbaikan kota lama telah dibangun dalam zaman Umawiyah yang diikuti dengan pembangunan berbagai gedung dengan gaya perpaduan Persia Romawi dan Arab dengan dijiwai semangat Islam. Adalah Masjid Baitul Maqdis di Yerussalem yang terkenal dengan kubah batunya (Qubbah al-Sakhra) yang didirikan pada masa Abdul Malik (691 M) termasuk peninggalan arsitektur yang terindah, selain masjid al-Aqhsa yang tidak kalah tinggi seni arsitekturnya. Di kota Damaskus, terdapat bangunan indah yang bernilai seni, dilengkapi dengan jalan-jalan dan taman-taman rekreasi yang menakjubkan. Muawiyah membangun “istana hijau” di Miyata yang kemudian dilakukan rehabilitasi pada tahun 704 M oleh Walid ibn Abd al-Malik. Pada masa Walid dibangun masjid agung yang terkenal dengan nama “Masjid Damaskus” atas kreasi arsitektur Abu Ubaidah ibn Jarrah. Pembangunan masjid yang berukuran 300x200 m2 dan memiliki 68 pilar dilengkapi dinding yang berukiran indah tersebut dilakukan oleh 12.000 tukang bangunan dari Romawi. Pada masjid tersebut, qubah-qubahnya berbentuk tapak besi kuda bulat. Pertemuan dari garis-garis ke titiknya dibayangkan oleh kaki tiang di atasnya. Di atas jalan beratap lengkung besar, di sekelilingnya terdapat puncak-puncak barisan ambang pintu yang berbentuk setengah bundar. Adapun ruangan dalam dari masjid dihiasi dengan ukiran-ukiran indah, marmer halus (mosaics) dan pintu-pintunya dipasang menggunakan kaca warna-warni.
b. Perdagangan
Setelah Daulah Umayyah berhasil menguasai wilayah yang cukup luas, maka lalu lintas perdagangan mendapat jaminan yang layak. Lalu lintas darat melalui jalan sutera ke Tiongkok untuk memperlancar perdagangan sutera, keramik, obat-obatan dan wewangian . Adapun lalu lintas di lautan ke arah negeri belahan timur untuk mencari rempah-rempah. Dengan demikian menjadikan ibu kota Basrah di teluk Persi menjadi pelabuhan dagang yang ramai dan makmur.
c. Organisasi Militer
Salah satu kemajuan masa pemerintahan dinasti Umayyah adalah di bidang kemiliteran. Selama peperangan dengan militer Romawi, pasukan Arab mengambil pelajaran teknik kemiliteran mereka dan mengkombinasikannya dengan system pertahanan yang telah dimiliki sebelumnya. Terdapat tiga front peperangan yang tercatat mencapai sukses gemilang kecuali pengepungan kota konstatinopel. Pertama, font peperangan dengan kekuatan Romawi di Asia kecil, meliputi penyerbuan Konstatinopel dan penyerangan beberapa kepulauan di laut tengah. Kedua, front Afrika Utara dan meluas sampai ke wilayah pantai Atlantik, kemudian menyeberang selat Gibraltar hingga sampai ke Spanyol. Ketiga, front timur melalui jalur sungai Darya di Syiria dan melalui jalur utara sampai ke daratan Sindus, India. Kemajuan dalam bidang ini juga ditandai dengan terbentuknya kekuatan Angkatan Laut Islam oleh Muawiyah.

F. Penutup
Demikian kekuasaan Islam dalam kepemimpinan Bani Umayyah Timur. Walau berlangsng dalam pembentukan monarchi Arab dengan mengandalakan panglima-panglima Arab lapisan arsitokrat yang sesungguhnya berlawanan dengan kebijaksanaan Nabi dan khalifah sebelumnya. Bagaimanapun Dinasti Umayyah telah memberikan introduksi dan mengembangkan lembaga-lembaga dalam pemerintahan Islam.
Wallahu’a’lam bi al-showab.

BIBLIOGRAFI
Abdurrahman, Dudung, Sejarah Peradaban Islam, Dari Klasik Hingga Modern, ed. Siti Mayam dkk, (Jogjakarta: Jurusan SPI Fakultas Adab & LESFI, 2003)
Ali, K, Sejarah Islam Dari Awal Hingga Runtuhnya Dinasti Utsmani (Tarikh Pramodern, terj. Jakarta: PT Grafindo Persada, 1996)
Al-Maududi, Abu A’la, Khilafah dan Kerajaan, terje. (Bandung: Mizan, 1984)
Chair, Abdul “Dinasti Umayyah” dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, jil. II, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van hoeve, tt)
Hasjmy, A, Sejarah Kebudayaan Islam, (Bandung: Bulan Bintang, 1975)
Hassan, Hassan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam, terj. (Yogyakarta: Kota Kembang. 1989)
Syalaby, Ahmad, Sejarah dan Kebudayaan Islam I. Muhtar Yahya. (Jakarta: Pustaka al-Husna.1983)
Montgomerry, W, Pergolakan Pemikiran Politik Islam, ( Jakarta: Bennabi Cipta. 1985)
Nasution, Harun, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press. 1985)
Hitty, Philip. K, Dunia Arab, terj. (Bandung: Sumur Bandung, t.t.)
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS