Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Orientasi Seksual dalam Perspektif Al – Qur’an

Orientasi seksual dalam perspektif al – Qur’an

A.PENDAHULUAN.
Seks adalah pemberian Allah SWT, sebagaimana pemberian – pemberian lain pada setiap makhluk –Nya. Ia adalah rahmat, karunia, dan sekaligus amanat. Seks adalah kebutuhan azali manusia. Semenjak dari merancang, allah sudah memikirkan seks manusia yang kelak menjadi kebutuhannya. Dengan kesadaranNya, allah menciptakan manusia berpasangan, lengkap dengan seperangkat dengan alat – alatseksnya yang unik. Tanpa melalui proses pengajaran, manusia mampu mempergunakan seperangkat alat – alat seks intuk secara tepat, bahkan sangat kreatif. Adam dan hawa adalah contohnya. Ini karena bersamaan dengan rancangan itu, Allah melengkapi manusia dengan” naluri seksual” sebagaimana yang di berikan kepada makhluk – makhluk lainnya.
Oleh karena itu, seks adalah natur, naluri, dan kepentingan biologis berkelangsungan (li al –tanasul). Keberadaannya melekat dengan nadi kehidupan. Sering di katakana bahwa kehidupan itu sendiri adalah seks. Tak seorang pun bias mengintervensi urusan seks manusia sebagaimana juga tidak mungkin mengatur arah kehidupannya. Seks merupakan kedaulatan diri, harga diri, dan mahkota kehidupan. Ia hanya bias di berikan dan di lakukan melalui kesadaran diri, dan melalui kontrak (al – aqd)atau kesepakatan bersama(‘an taradl). Perlakuan di luar itu adalah pemerkosaan, pengangkangan, dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia, yang dalam bahasa Al-quran di sebut al- zina.
Ini tidak lain kerena seks adalah hak asasi setiap individu. Secara dasarinya, seks menganut kebebasan sebagaimana bebasnya individu untuk memperlakukan organ – organ seksualnya. Pembatasannya adalah ketika penggunaan seks berbenturan dan mengusik kebebasan orang lain. Dengan kata lain, regulasi tentang seks mulai di butuhkan ketika seks di butuhkan ketika seks bekerja dalam konteks hubungan sosial dengan pihak lain. Inilah yang senantiasa menjadi wacana dan perdebatan publik, temasuk dalam ajaran – ajaran agama.
Akan tetapi sebagai manusia tidak menetapkan karunia ini sesuai dengan mestinya. Munculnya perilaku menyimpang akan seks akan menetapkan seks sebagai aktifitas yang negative, seperti pemerkosaan, homoseksual, anal seks, dan kelainan seksual.
Maka sebagaiman sebenarnya cara memperlakukan seksual sebagai karunia? Dan tentu rujukan kita adalah Al- qur’an. Bagaiman Al – qu’an mengarahkan orientasi seksual tersebut?adakah Aturan – aturan yang jelas dan tegas terhadap orientasi seksual, dalam Al –qur’an.
Dalam makalah ini penulis akan menela’ah hal tersebut secara komprehensif, sehingga umat manusia terutama umat islam mengerti tentang apa dan bagaimana islam mengarahkan orientasi seksual. Allahumma Yasir lana.
B. Terminologi Seks
Bagi sebagian orang, seks masih di anggab tabuh. Sehingga, berbicara mengenai seks harus secara pribadim kondisi ini amat memprihatinkan, karena pengetahuan seks sangat penting. Bagaimana pun, seks berkaitan dengan kehidupan sehari – hari. Jika konsep mengenai seks yang di terimah salah, maka banyak akibat dan resikonya. Serta, penanganan aktivitas seks juga bias tidak tepat.
Menurut Dr. Boyke, banyak orang yang memandang seks sebagai komsumsi orang dewasa. Remaja apalagi anak – anak, tidak di perbolehkan mengetahui seks. Padahal justru pada masa remaja , pendidikan seks harus di mulai di berikan. Pada masa ini mereka sedang mengalami organ – organ seks, baik primer maupun sekunder. Jika tidak di berikan pengetahuan yang cukup, di takutkan malah salah arah.
Oleh karena itu, sebelum melangkah lebih jauh, ada baiknya kita memahami terlebih dahuludefenisi kata “seks”itu sendiri. Seks memang memiliki defenisi yang luas. Namun, jika kita berbicara mengenai seks secrs keseluruhsn, maka yang di maksudkan adalah pendidikan mengenai jenis kelamin.
Defenisi seks, dapat di kelompokkan menurut beberapa dimensi, di antaranya:
Dimensi biologis yang bekaitan dengan alat reproduksi. Di dalamnya termasuk pengetahuan mengenai hormon – hormon. Menstruasi, masa subur, gairah seks, bagaiman menjaga kesehatan dan gangguan seperti PMS (penyakit menular seksual) dan bagaimana mempungsikannya secara optimal secara biologis. Dimensi faal mengcakup pengetahuan mengenai proses pembuahan, bagaiman ovum bertemu dengan sperma dan membentuk zigot dan seterusnya.
Dimensi Psikologis Sekaligus berkaitan dengan bagaimana kita menjalankan fungsi kita sebagai mahluk seksual dan identitas peran jenis. Mengapa pria di pandang lebih agresif dari pada wanita?
Dimensi Medis adalah pengetahuan mengenai penyakit yang di oleh hubungan seks, terjadinya impotensi, nyeri, keputihan dan lain sebagainya.
Dimensi Sosial seksualitas berkaitan dengan interpersonal ( hubungan antara sesame manusia). Seringkali, hambatan inleraksi di timbulkan oleh kesenjangan peran jenis antara laki –laki dan perempuan. Hal ini di pengaruhi oleh factor budaya dan idola asuh yang lebih memprioritaskan posisi laki –laki. Anggapan tersebut harus di luruskan. Karena jenis kelamin tidak menentukan mana yang lebih baik atau berkualitas.
Yang penting bagaimana membentuk kualitas hubungan yang baik antara laki – laki dan perempuan. Bagaimana menciptakan kesetsraan yang proporsional, dapat membedakan mana peran kodrati dan peran masyarakat? www. Isekolah. Org
C. Bicara Soal Orientasi Seksual
KETIKA kita berbicara mengenai masalah seksualitas maka ada satu hal yang perlu juga kita ketahui yaitu orientasi sosial, yang bias di jelaskan sebagai ketertarikan pada orang lain secara seksual berdasarkan jenis kelaminnya.
Ada tiga kelompok dalam orientasi seksual tersebut:
Pertama homoseksual, yaitu ketertarikan secara seksusl maupun emosional pada orang lain yang berjenis kelamin sama. Pada laki- laki biasanya di sebut dengan gay, sedangkan pada perempuan biasanya di sebut dengan lesbian. Sebenarnya temasuk juga dalam kelompok ini adalah waria.
Kedua heteroseksual, yaitu tertarik kepadaorang lain yang berjenis kelamin yang berbeda. Ini adalah orientasi seksual yang banyak terdapat di masyarakat ( jumlahnya mayoritas) dan di anggap normal di bandingkan dengan orientasi seksual yang lain.
Ketiga biseksual, yaitu tertarik pada orang lain yang berjenis kelamin yang sama ataupun berbeda. Secara umum homoseksual maupun biseksual merupakan monoritas dalam masyaakat dan di anggap tidak lazim, tidak normal dan aneh, karena memang mayoritas orang mempunyai orientasi heteroseksual ( menyukai lawan jenis), yang selama ini di anggap normal.
Mengapa seseorang memiliki orientasi tertentu? Ini merupaakan pertanyaan yang banyak di lontarkan ke pusat konsultasi Youth center PKBI. Sebenarnya banyak teori ataupun pendapat yang berkembang tentang permasalahan ini dan sampai saat ini pun masih menjadi perdebatan. Tidak seorang pun yang beenar – benar tahu mengapa seseorang menjadi homoseksual atau biseksual. Sebagian besar peneliti percaya bahwa mereka dim lahirkan dalam kondisi seperti itu. Tetapi, beberapa peneliti lain menyimpulkan bahwa ini berkaitan dengan pengalaman mereka saat tumbuh dewasa, berasal dari respon – respon yang di pelajari dari pengalaman seksual sebelumnya.
Atau karena pola asuh. Pertanyaan ini sama halnya dengan mencari tahu mengapa seseorang lelaki dan perempuan bisa saling tertarik satu sama lain. Bisa jadi kita menjawab: “Yaa.. emang dari sononya sih!”
Teori yang mempercayai bahwa orientasi seksual berasal dari bawaan ( teori garis orientasi) menjelaskan bahwa seseorang ketika lahir membawa bakat ketertarikan tertentu secara seksual pada orang lain. Bakat terrsebut di bawa sejak seseorang di lahirkan dan berkembang hingga dewasa. setiap orang akan mengalami perkembangan seksualitasnya termasuk orientasi seksualnya. Pada sekitar umur 12 tahun atau lebih, rasa ketertarikan ini akan berkembang sebagai mana mestinya.
Dr Dean Hamer adalah orang pertama yang berhasil menentukan koleksi suatu segmen DNA dalam kromosonm yang tampaknya berisi satu atau lebih gen yang berperan bagi orientasi sosial seseorang. Walaupun masal;ah ini hanya di rasakan oleh orang yang bersangkutan, namun orientsi seksual ini bukanlah merupakan sebuah permasalahan yang seehana dan mudah, karena banyak hal yang terkait yang harus hadapi bagi mereka yang orientasi seksual di pandang “tidak normal” Bagi masyarakat. Misalnya, tentang bagaimana orang lain ataupun masyarakat menerima kehadiran kaum homoseksual termasuk waria, atau juga bagaimana perasaan mereka ketika mereka menjadi seorang yang”bebeda” dengan orang lain, di kucilkan atau bahkan dianiaya karena perbedaan itu.
D. Teologi Seksual
Perlu di tegaskan terlebih dahulu, bahwa seks adalah pemberian Allah SWT, sebagaimana pemberian – pemberian lain yang di letakkan pada setiap kehidupan makhlukNya ia adalah rahmat, karunia, dansekaligus amanat (kepercayaan) karena satu misi pelestarian dan keberlangsungan kehidupan. Seks adalahbagian dari cara Allah (sunnatullah) merepeoduksikan jenis – jenis ciptaanNya secara natural. Ini seks dalam pengertian yang khusus. Dalam pengertian yang umum,seks sesungguhnya terkait eret dengan perasaan, emosi, naluri, dan juga rasio yang menjadi bagian dari keutuhan jiwa- raga sebagai makhluk hidup.
Setiap orang, baik laki- laki maupun perempuan, secara kudrati telah di lengkapi organ – organ seks sekaligus nalusi seksualnya.manusia memiliki hak yang penuh untuk menikmati dan memperlakukan organ –organ seks tersebut sesuai dengan kehendak dan kesadarannya, yang tentu saja tidak di harapkan tidak mengabaikan norma – norma yang telah di gariskan oleh sang pemberi Anugrah tersebut. Sebagai pemberian Allah yang melekat dalam eksistensi manusia, maka seks merupakan bagian dari otonomi diri. Tidakk seorangpun di beri peluang dan hak untuk merampas dan mengambil alih hak seksualitas orang lain. Oleh karena itu, dalam pandangan teologis tidak saja di larang adanya praktik – [raktik yang mengarah kepada penguasaan dan eksploitas seksual, tetapi juga subordinasi seksualitas sebagaiman yang selama ini terjadi antara laki – laki atas perempuan.
Dalam konteks hubungan lelaki dan perampuan, seks memiliki kesetaraan (sexual equality). Baik laki –laki maupun perempuan di berikan organ, naluri, potensi dan energi seksual yang setara. Perbedaanya terletak pada bentuk, beberapa fungsi, wujud dan ekspresi tertentu dari setiap organ seksual itu. Perbedaan ini sengaja di ciptakan Allah sebagai pasangan ( patner kesempurnaan) yang di harapkan dapat di perwujudkan Allah dengan segala amanat danmisiNya di bumi, dan tidak dalam maksud untuk di beda – bedakan dalam perlakuan sosial, politik, ekonomi, maupun budaya [QS al- Nisa:1, al- A’raf:188, al-Zumar:6, al- Nahl:72,al –An’am:8]. Perbedaan perlakuan sosial(diskriminasi) berdasarkan jenis kelamin, lebih khusul lagi dalam persoalaan seksual, merupakan bagian dari penentangan terhadap kehendak dan “strategi”kehidupan yang di rancang oleh Allah SWT.
Al Qr’an sesungguhnya secra dasariyah menganut paham ini, yakni prinsip kesetaraan, partnership, dan dan keadilan dalam hubungan seksusl laki – laki dan perempuan. Hal itu di nyatakan sendiri oleh Al – Qur’an dalam bahasa metaforik:
(mereka[perempuan] itulah pakaian bagimu dan kamupun pakaian dari meraka)[QS al- baqarah:187].pakaian, dalam penjelasan tafsir jalalayn, merupakan symbol dari kebutuhan dasar (basic need)yang tidak mungkin di pisahkan antara laki – laki dan perempuan,. Ibn Abbas mengkrongkretkan bahwa kebutuhan dasar yang di maksud adalah kebutiuhan ketentraman,kedamaian, dan ketenangan satu sama lain. Dalamn diri laki – laki ada ketentraman bagi perempuan sebaliknya dalam diri perempuan ada kedamaian laki – laki.
E. Seks & Perempuan
Al- Qur’antidak secara spesifik menjelaskan seksualitas. Al- Qur’an dalam menjelaskan hal ini menggunakan bahasa yang halus dan santun, tidak fulgar, serta tertolaklah tuduhan Gusdur yang telah mengatakan bahwa Al- Qur’an adalah kitab yang paling porno di dunia. Tetapi Al- Qur’anjuga tidak menghindar dari pembicaraan ini. Dalam beberapa ayatnya,Al- Qur’an secara gambling membicarakan dan menjelaskan jenis kelamin sebagai kenyataan (sunnatullah) seksual, tetapi pembicaraanya lebih cenderung sebagai relasi seksual suami – istri ketimbang seks sebagai hak individu.kerenanya, pembicaraan nikah sebagai pelembagaan relasi sosial seksual memperoleh penjelasan yang cukup lengkap di banding dengan seksual sebagai hak setiap orang. Akibatnya, timbul suatu pemahaman dan perseptip di kalangan masyarakat bahwa penyaluran seksual hanya bisa di lakukan lewat jalur pernikahan belaka, dan seks adalah semata –mata hubungan kelamin antara suami dan istri.
Padahal makna seks jauh lebih luas dari sekedar itu. Setiap aktivitas yang berhubungan dengan organ – organ seks, dan memperoleh kenikmatan darinya,mungkin bisa di sebut sebagai aktivitas seksual. Sejak bayi, meskipun belum sempurnah, setiap orang tentu telah melakukan aktivitas seksualnya. Karena itu, aktivitas seksualitas tidak bisa di batasi hanya setelah atau karena melakukan pernikahan. Seks bisa di lakukan dan terjadi di mana dan kapan saja dalam setiap tahapan perkembangan manusia.
Oleh kerenanya, yang kita butuhkan yang sebetulnya adalah penjelasan tentang hak – hak seksual dan sekaligus juga aturan – aturan etika dan moral yang melingkupinya. Akan tetapi, ketentuan – ketentuan demikian ternyata tidak kita temukan dalam teks – teks Al- Qur’an. Ini bisa di pahami karena Al- Qur’an memang bukan “buku panduan”dan bukan pula “kitab hokum” yang merinci setiap persoalan, melaikan sekedar kerangka makro dan prinsib – prinsip dasar belakang sebagai konseksuensi dari kedudukannya sebagai sumber dari segala sumber nilai dan hokum.
Meski begitu, dalam metafora yang cukup terang, seksualitas di gambarkan oleh Al- Qur’an sebagai “ cocok tanam”, di mana harus tersedia lading, penanam, bibit yang di tanam, dan cara yang di gunakanm dalam bercocok tanam.
Dalam surat Al- baqaeah ayat 223 di nyatakan.
“istri- istrimu adalah[seperti] tanah tempat kamu bercocok tanam, kamu datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kahendaki…”
Ayat ini, seperti ini telah di nyatakan di atas, menggambarkan relasi seksual suami dan istri. Dalam ayat ini, sekilas tergambar bahwa seksualitas perempuan adalah pasif dan sebaliknya seksual lelaki harus aktif, terutama ketika berhubungan kelamin( jiwa).juga tergambar bahwa perempuan harus mau dan siap untuk di perlakukan bagaimana saja oleh kehendak seksualitas sang suami. Sebagai “ladang”, perempuan bisa di Tanami apa saja, dan bagaiman saja,dan bagaiman asaja caranya oleh si penanam bibit itu, kaum laki – laki. Dengan kata lain, perempuan adalah objek(lading) bagi seksualitas lelaki, dan posisinya subordinatif dari seksualitas laki – laki.
Penafsiran dan pemahaman demikianlah yang umum berkembang di tengah – tengah masyarakat. Pemahaman ini membentang lebar dari zaman unta hingga zaman nuklir, dari barat hingga timur. Bisa jadi segala bentuk diskriminasi, dan ‘fitnah’atas seksualitas perempuan yang selama ini beroperasi melalui ajaran keagamaan, seperti ajaran khitan-perempuan dan pengharusan istri untuk memenuhi hasrat seksualitas suami, bersumber dari pemahaman dan penafsiran terhadap ayat ini. Padahal pemahaman penafsiran ini keliru dan tidak memenuhi dasar penafsiran yang sahi kecuali sebagai bias dari kukuhnya budaya dan alam piker patriarki yang menyelimuti para mufassir dan khalayak dari masa ke masa.
Ayat tadi, jika kita tilik dari konteks turunnya, sebenarnya menjelaskan tentang “kebebasan cara” dalam melakukan hubungan seksual antara suami dan istri. Oleh banyak kitab tafsir di jelaskan bahwa cara itu bisa di praktikkan sambil berdiri, jongkok, dari depan, dari belakang, dari samping, dan bisa dengan model apapun selagi masih berfokus ke dalam lobangfarj (vagina). Farj adalah focus seksualitas yang di tekankan ayat ini. Harst (ladang) yang di maksud adalah farj (vagina), bukan anus (dubur) atau lobang lainnya. Di jelaskan oleh Rasulullah SAW.
“sebenarnya seksualitas bisa di lakukan bagaimana saja caranya asalkan tertuju pada farj.”(HR. Ahmad)
Oleh karenanya, ayat ini tidak dalam maksud menggambarkan posisi struktur seks laki – laki atas perempuan yang subordinatif, sebagaiman umum di pahami. Dalam sebab al- nuzul, ayat ini turun sebagai penolakan atas perpeksi orang yahudi yang beranggapan bahwa “siapa yang menyetubuhi istrinya dari arah belakang, maka anaknya lahir juling. “sekali lagi, aksentuasinya adalah teks fa’tu hastsakum anna syi’tum (datangilah “ladangmu” [vagina] itu bagaimana saja kamu kehendaki). Karenanya, menurut penulis, ayat ini menganut kebebasan cara melakukan hubungan seksual, dan untuk melakukan “bgaimana” kebebasan cara ini di tataran praktis tentu perlu musyawarah antara suami dn istri terlebih dahulu [QS al- Syura :38, Ali’ imran:159).
Ayat tersebut sekaligus melanjutkan bahwa hubungan seksual sesungguhnya bukan semata –mata untuk kepentingan reproduksi (untuk melanjutkan keturunan), tetapi juga bisa untuk kepentingan rekreasi. Fungsi reproduksi hanya salah satu dari fungsi relasi seksual.apalagi jika melihat masa subur perempuan yang sangat sempit, yakni hanya 12 jam dalam satu bulan, maka nampak sekali betapa hubungan seks sebetulnya lebih banyak berdimensi rekreatif ketimbang reproduksi,
Sedangkan relasi struktur seksual tetap mengacu kepada Al- qur’an Qs al- baqarah:187 yang berbunyi “ Hunna libuslakum wa antum libasu lahunna-a” (mereka [istri] ini adalah pakean bagimu dan kamu pun adalah pakean bagi mereka), yakni suatu hubungan yang setara, saling melengkapi, dan saling membutuhkan sebagai patner dalam menyalurkan hasrat seksualnya.
F. Al- Qur’an memuliakan perempuan
Kita memangposisikan Al- qur’an secara porposional, sebagai aturan( norma dan nilai) yang universal, yang bersendikan keadilan, kemaslahatan, dan mengangkat harkat dan derajat kemanusiaan, sebagai sesuatu yang qath’iy. Positioning ini perlu di lakukan, rerutama dalam memahami ayat –ayat yang berhubungan dengan seksualitas dan relasi gender.
Ini di lakukan karena Al – qur;an di turunkan pada abad ke- 17 M di kawasan Arabia yang secara sosiologis, masyarakatnya memiliki konstruk dan persepsi kebudayaan yang diskriminatif mengenai perempuan. Tatanan yang berlaku pada masyarakat jazira Arabia ketika Al- qur’an turun adalah system patriarki atau kebapakan, suatu baudaya yang di bangundi atas struktur dominasi laki – laki sebagai pusat kuasa. Perempuan dalam kebudayaan mereka di posisika dan di perlakukan sedemikian rendah dan hina, kebiasaan yang bisa di catat dari budaya mereka terhadap perempuan adalah pembunuhan bayi perempuan, peleceha seksual terhadap [budak] perempuan, peniadaan hak waris bagi kaum perempuan, zhihar, poligami tanpa batas, menceraikan perempuan sesuka lelaki,dan lain – lain. Perempuan saat itu tidak lebih dari sekedar mesin reproduksi manusia. Ia bak komoditas reproduksi.
Oleh karena itu, memahami ayat –ayat Al- qur’an tidak bisa hanya berhenti pada teks semata, melainkan harus menyertakan bacaan konteks sosial budaya kapan dan di mana teks itu terbentuk, membaca ayat Al- qur’an tentang seksualitas tanpa membaca konstruk kebudayaan masyarakat Jazira Arabia saat itu hanya akan menghilangkan misi emansipatoris yang tersirat dalam setiap maknanya.
Kita tau posisi perempuan saat ayat – ayat Al- qur’an di turunkan berada dalam anggapan yang buruk, bahkan sampai menjadi keyakinan bahwa perempuan adalah makhluk sumber “fitnah’, lemah, mewarisi kejahatan tidak mempunyai kemampuan intelektual, dan kosong dari spiritual; karena itu, perempuan “tidak setara dengan kaum laki – laki”. Konbseksuensinya perempuan perempuan di anggap tidak mampu dan tidak lain untuk memikul peran – peran public dan segala hal yang memiliki akses ke dalam wilayah public, perempuan hanya di cukupkan mengurus,bahkan mengatur, hal – hal yang berada pada wilayah domestic belakang.
Dalam latar sosial – budaya demikianlah., Al – qur’an di turunkan sebagai jawaban, bantahan, dan alternative nilai untuk membangun kembali tata kebudayaan yang adil. Benar, apa yang di katakana oleh Fazrul Rahman bahwa Al- qur’an merupakan respon Allah yang di sampaikan melalui Rasullnya untuk menggapai situasi sosial moral pada masa Nabi. Al –qur’an dan asal usul masyarakkat islam muncul dalam sinaran sejarah dan berhadapan dengan latart belakang sosial- historis. Al- qur’an merupakan respon terhadap situasi trsebut dan sebagian besar kandungannya terdiri dari pernyataan moral, religious, dan sosial, sebagai respon terhadap masalah spesifik yang di hadpkan kepadanya dalam situasi – situasi yang kongkret.
Al- qur’an hadir dengan pandangan sendiri. Secara tegas Al=- qur’an mengakui adanya perbedaan atonomis dan biologis antara seksualitas perempuan dan seksualitas laki – laki. Al- qur’an juga mengakui bahwa organ seks berfungsi dengan cera yang mencerminkan perbedaan yang di batasi dngan baik oleh kebudayaan tempat Al- qur’an berada. Al –qur’an tidak berusaha menghapus perbedaan anatomis dan biologis itu, dan juga tidak menghilangkan signifikasi perbedaan yang kodrati itu. Tetapi juga Al- qur’an tidak pernah membuat aturan yang secara cultural menjadikan perbedaan seks itu dapat di perlakukan secara deskriminasi, subordinatif, dan dominative, atas yang lain.sebab ketentuan –ketentuan cultural smacam itu (jika ada) akan bertentangan dengan skala fungsi Al – qur’an sendiri yang bersifat universal , lintass cultural, melampoi batas ruang dan waktu.
Dalam pemahaman demikian, kita akan menemukan optimisme bahwa islam melalui Al- qur’an bertendeksi kearah pembahasan perempuan, ajaran –ajarannya tampak sebagai pemberontakan terhadap budaya dominasi laki – laki atas perempuan. Perempuan di dudukan secara setara dengan laki – laki ( Qs al-baqarah :128). Baik laki – laki baik perempuan di hadapan Allah adalah sama: mereka memiliki asal usul hidup yang sama (Qs al – nisa:1) sama – sama makhluk (ciptaan )Allah yang mengembang fungsi ganda sebagai hambah Allah (‘abdullah) [Qs al- Dzariyat: 56] dan khalifah Allah (khalifatullah fi al- ardl) [Qs al – baqarah: 30] keduanya di muliakan oleh Allah secara setara [ Qs al – isra: 70) dan satu sama at pakean yang saling membutuhkan, melengkapi dan menyempurnakan: tak ada yang sempurnah tanpa kehadiran yang lain [QS al – baqarah :187]. Perbedaan mereka di hadapan Allah adalah masalah kualitas kerja ,amal iman, dan ketaqwaan bukan karena factor jenis kelamin [Qs al- Hujurat:13]. Adapun keunggulan (fadlilah) yang di berika Allah kepada satu atas yang lain atau kepada laki – laki atas perempuan,sebagaimana di nyatakan dalam surat al – nisa: 34, bukanlah superioritas jenis kelamin. Itu karena fungsi – fungsi sosial yang telah dikonstruksikan sedemikian rupa oleh perkembangan kebudayaan masyarakat.
Nabi Muhammad SAW dengan Al- qur’annya adalah orang pertama di kawasan Arabia yang memikirkan proses perubahan yang terjadi secara seriyus. Ia sekaligus menjadi pemimpin terkemuka yang mampu mengartikulasi teori yang sistematis dan masuk akal untuk memajukan peradaban umat manusia, baik pada tataran spiritual maupun teknik- paradikmatis, tentu saja tawarannya membawa sekuensi terjadi restrukturiasi masyarakat secara radikal menuju kepadda keadilan gender.
Di sinilah, Nabi Muhammad adalah seorang revolusioner, baik dalam ucapan maupun perbuatannya. Ia bekerja demi perubahan radikal pada struktur masyarakat pada masanya. Dengan inspirasi wahyu ilfhiyah, menurut formulasiteologis, ia mengajukan sebuah alternatif tatanan sosial yang adil dan tidak eksploitatif, tidak diskriminatif, serta menentang perbudakan dan kecenderungan – kecenderungan tidak humanis terhadap perempuan. Dalam konteks ini, bukankah Nabi Muhammad SAW bisa di sebut seorang “feminis”wallahu a’lam.
G. Orientasi Sex yang Salah Arah (Studi kasus)
Sebagai pelengkap pembahasan tentang tema ini penulis memaparkan kasus penyimpangan perilaku seksual yang menyimpang, atau lebih tepat di sebut dengan orientasi yang salah kaprah(totally in appropriate). Penulis berangkat dari merebaknya kasus VCD itenas, film yang di buat sepasang mahasiswa seebuah unuversitas di bandung saat mereka berhubungan seks, menjadi bertanda jelas betapa banyak remaja dan anak mudah di masa kini tak lagi mengaggab tabu hubungan intim pranikah.
Survei yang di lakukan departemen kesehatan di tahun 1996 di jawa barat dan bali memberi informasi yang jelas. Sekitar 1,3 persen responden wanita kota dan dan 1,4 persen remaja putrid di desa jawa barat serta 4,4 persen responden wanita kota bali menyatakan melakukan hubungan seks pranikah.
Menurut surveyi yang di lakukan LIPI tahun 1998, sekitar 2,3 persen pelajar perempuan sekolah lanjutan atas dan 7 persen pelajar laki –laki di Surabaya, juga berhubungan seks sebelum nikah. Jangan heran bilah seorang ibu menemukan kondom di tas anaknya.
Hubungan seks saat pacaran sudah menjadi barang biasa. Ciuman dan pernak pernik perilaku seksual di anggap bumbu penyedap. Tanpa ciuman dan rabaan, pacaran terasa hambar.
Widhi (samara), mahasiswa usia 22 tahun, menegaskan “ Hari gini, Mas Mana ada anak mudah yang gak ciuman kalau pacaran. Lebih dari itu aja banya.”Widhi mengakui beberapa melakukan petting atau menempelkan kelamin satu sama lain untuk merangsang secara seksual. Aktivitas ini di anggap wajar, asal tidak sampe terjadi hubungan seksual(penetrasi).
Studi terakhir yang di lakukan PPK- Ui (2003) dan UNICEFmenunjukkan, separuh dari pelajar SMP di papua aktif secara seksual. Perilaku kencang umumnya berupa percakapan, memegamg tangan, dan berpelukang. Sepertiga dari mereka menyatakan pernah berciuman (pipi, binir). Sekitar 17 persen pernah meraba kelamin, dan 8 persen melakukan petting tanpa penetrasi.
Dalam hal kontak seksual awal, lebih dari sepertiga, sekitar 38 persen, mengaku pernah melakukan hubungan seks saat usia 13-15 tahun.
Menstruasi Dini
Dr. Boyke menyimpulkan perilaku seksual remaja saat ini, yang sudah mangalami pergeseran itu, akibat usia menarch (menstruasi) dini. Sepuluh tahun remajah baru menstruasi di usia 17 tahun. Sekarang di usia 13 tahun, saat anak masih duduk di kelas satu atau dua SMp, sudah menstruasi, lebih dari itu kindisi sosial saat ini juga sudah jauh berkembang. “Adanya pegeseran normah sosial akibat majunya teknologi informasi memengaruhi semuanya.” VCD, porno dan informasi dari internet mudah di peroleh, buku dan majalah yang tidak bisa di pertanggung jawabkan isinya dari segi pendidikan seks juga banyak.
Tidak heran bila peneliti yang di lakukan klinik pasutri Jakarta menyebutkan hamper 100 persen remaja atau anak SMA sudah melihan atau menonton gambar porno, dari internet, VCD,atau buku – buku serta kartu porno, ini adalah gerbang buat mereka untuk memulai aktivitas seks sebelum menikah.
Brata (47). Tujuhbulan yang lalu tagihan telepon rumahnya melonjak sampai 6 juta rupia. Ia sempat protes ke Telkom dan minta perincian pemakaian telepon itu. Alangkah kagetnya ketika tahu ada nomor – nomor party line, yang tenyata di hubungi putra sulungnya yang berusia 16 tahun.
Tiga Juta Aborsi
Para orangtua memang sering tidak tahu harus bagaiman. Kadang sangkin bingungnya anak di masukkan asrama yang kental dengan pendidikan agam. Padahal tindakannya itu belum tentu aman.
Dr. Boyke mengungkapkan, jalan yang tepat adalah memberikan pelajaran yang benar serta terbuka mengenai seksualitas kepada anak. “jangan takut denganpersopalan tabu. Pendidikan seks yang benar dan sesuai kondisi masyarakat kita dapat m,engurangi konflik dan mitos yang salah selama ini berkembang. Pengetahuan ini akan membantu anak mampu bersikap dewasa,”paparnya.
Menuru Dr. Boyke, remaja harus tahu organ – organ seksnya, cara memelihara, dan tau bagaimana macam akibat yang bakal timbul bila tidak menggunakannya dengan semestinya.
Penggunaan kandungan (aborsi) di Indonesia sekarang ini tercatat tiga juta kasus setiap tahunnya. Sekitar 15 persen di antaranya di lakukan oleh remaja. Tingginya aborsi pada remaja itu akibat tak ada pendidikan seks dan kesehatan reproduksi. Aborsi yang kebanyakan di jalankan secara tidak aman itu menjadi salah satu penyebab tinggi angka kematia ibu(AKI).
Saat ini di Indonesia yang tertinggi se- Asia tenggara. Masya Allah..!
F. kesimpulan
Manusia sebagai ciptaan Allah yang di ciptakan dalam sebaik – baiknya bentuk dan dengan sebuah pasilitas yang sangat lengkap, di antaranya adalah natural seksual. Dan Al-qur’an sebagai petujuk jalan sudah menjelaskan aturan – aturan untuk menyalurkan naluri/fitra seksual. Tidak kurang dari 115 ayat dalam Al-qur’an yang mengatur interaksi sosial laki – laki dan perempuan, dan membimbing orientasi seksual manusia, agar sesuai kemuliaan dan kehormatan.
Penyimpangan yang terjadi karena umat yang belum sadar akan kehinaan dan kemudharatan yang akan muncul dengan perilaku yang menyimpang itu. Tugas kita ini adalah membentengi diri dengan ilmu dan pemahaman yang benar tentang ayat – ayat Al-qur’an kemudian membawa keluarga bersam – sama menuju kemuliaan untuk menggapai ridho Allah SWT. Seperti melakukan pendidikan seks yang terbimingan dalam bahasa Al-qur’an yang santun. Karena pendidikan seks di yakini justru akan lebih mensejahterakan dan meningkatkan kesejahteraan seks di banding tanpa pendidikan seks. Adapun fiki menyebutkan “Darul Masafit muqoddamun Ala Jalbil Mashalih”, bahwa mengatasi timbulnya kerusakan harus lebih di utamakan ketimbang kemaslahatan yang di perkirakan harus lebih diutamakan ketimbang kesehatan yang di perkirakan. Wallahu a’lam.









DAFTAR PUSTAKA
Addushshamad, Muhammad Kamil,Mu’jizat ilmiah dalam Al-qur’an, terj. Alimin Lc,Ma.Ag,Jakarta ,Akbar MediaEka Aksara,2002
ABU Zaid, Nars Hamid tekstualitas Al-qur’an :Kritik terhadap Ulumul Qur’an, terj:Khoiron Nabdhiyyin, yokyakarta :lkis,2001
Al-A’zami, Musthafa, The history the Qur’anic Text,terj. Sohirin solihin. Jakarta, Gema istani Prees, 2005
Al- suyuti, jalal al-din, al- itqan fi ‘Ulum al-Qur’an. Beirut,Daar al- araby,2003.
Ellis, Havelock, studies in The Psychology of sex,New York,Rando House,1936.
Manzur,lbn,Lisan al-Arab,kairo,Daaar al- Hadits,2003.
Mahali,A mudjab Menikahlah engkau menjadu kaya,yokyakarta, Mitra pustsaka, 2004
Quraish Shihab, Muhammad, secercah Cahaya Ilahi, Bandung, Mizan, 2002.
www. Detikhealth.com
www. Republika.co.id
www.openbscriber.com

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar